7 Oktober 2018
Melalui media
sosial, seorang warganet asal Rusia bernama Pavel Serin mengantar kita ke depan
nisan Utuy Tatang Sontani — salah satu dramawan perintis Indonesia' yang
meninggal dalam pelarian politik di Moskow. Masih perlukah kita mengingat dia?
''Saya suka gayanya. Banyak canda, walaupun sesungguhnya makna tulisannya serius,'' gumam Pavel, yang mencabuti gulma di sekitar makam Utuy Tatang Sontani pada pertengahan Mei.
''Itu seperti kebiasaan orang Sunda ya, suka tertawa saat membahas hal serius.''
Pavel baru tuntas membaca 'Badut' — salah
satu tulisan pendek Utuy yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia.
Sepulang belajar bahasa Indonesia setahun di Bandung, dia berjumpa dengan
tulisan Utuy saat mencari-cari sastra Indonesia yang sudah diterjemahkan.
Lahir di Cimahi pada 13 Mei 1920, Utuy menjadi nama
yang populer saat sastra Indonesia bersentuhan dengan Rusia pada dekade
1950-an.
''Saya membeli satu buku yang ditulis ilmuwan Rusia tentang sastra Indonesia, dari situ saya tahu bahwa Utuy pernah tinggal lalu meninggal di Moskow,'' lanjut Pavel, memperlihatkan buku tebal bersampul biru karya Profesor Vilen Sikorsky, yang apabila diterjemahkan berjudul 'Tentang Literatur dan Budaya Indonesia'.
BBC
INDONESIA: ''Dari
jauh sudah kelihatan nisannya. Makamnya kotor dan penuh tanah. Semua tertutup
daun yang gugur,'' kata Pavel Serin, warganet Rusia yang pernah belajar di
Indonesia dan menemukan makam penulis Utuy Tatang Sontani di Pekuburan Mitino,
Moskow, Rusia.
Secara kebetulan, di salah satu postingan di
dinding Facebook, Pavel membaca seorang teman dekat asal
Cianjur sedang mencari makam Utuy di Moskow.
''Saya pikir saya harus antar. Saya tidak tahu di mana makam Utuy, tapi begitu saya cari rupanya bisa ditemukan dengan cepat.''
Pembaringan terakhir sang sastrawan eksil itu adalah
pekuburan Mitino, Moskow. Tepatnya pada sektor muslim - yang yang pertama kali
dibuka dalam jenisnya di Moskow.
''Dari jauh sudah kelihatan nisannya. Makamnya kotor dan penuh tanah. Semua tertutup daun yang gugur,'' kata Pavel, menceritakan kembali pertemuan dengan penulis yang kemudian menjadi favoritnya.
''Saya merasa kasihan. Tidak pernah ada yang datang''
Karya-karya Utuy Tatang Sontani
1948: Suling (drama)
1948: Bunga Rumah Makan (Drama satu babak)
1949: Tambera (roman)
1951: Orang-Orang Sial (kumpulan cerita 1948-1950: 1.
Paku dan Palu; 2. Doger; 3. Mengarang; 4. Jaga Malam; 5. Keluarga Wangsa; 6.
Badut; 7. Kekasih Pujaan; 8. Lukisan; 9. Ditraktir; 10. Suami-Isteri; 11.
Bendera; 12. Usaha Samad), Awal dan Mira (drama satu babak)
1953: Manusia Iseng (drama satu babak), Sangkuriang -
Dayang Sumbi (drama tiga babak)
1954: Sayang Ada Orang Lain (drama satu babak)
1955: Di Langit Ada Bintang (drama satu babak) Sang
Kuriang (Drama)
1956: Selamat Jalan, Anak Kufur (drama satu babak)
1957: Di Muka Kaca (drama), Saat Yang Genting (drama
satu babak)
1959: Si Kabayan (komedi dua babak), Sang Kuriang
(libretto dua babak)
1961: Segumpal Daging Bernyawa (drama)
1961: Manusia Kota (kumpulan drama satu babak: 1.
Sayang Ada Orang Lain; 2. Di Langit Ada Bintang; 3. Saat Yang Genting; 4.
Pengakuan)
1962: Sang Kuriang (opera dua babak dalam bahasa
Sunda)
1963: Si Sapar (novelet tentang kehidupan penarik
becak di Jakarta), Kumpulan Drama: Selamat Jalan, Anak Kufur dan Di Muka Kaca,
Tak Pernah Menjadi Tua (drama)
1964: Si Kampeng
''Entah apa karena saya kuliah di Bandung kemudian merasa ya zyimliki (sebangsa). Dari tanah yang sama,'' ujar Pavel.
Dengan begitu banyak orang Indonesia yang datang dan
tinggal di Moskow, dia menaruh harapan bahwa akan ada yang mau datang
berziarah.
''Sabilulungan, gotong royong. Sebab makam ini di Rusia, tapi milik Indonesia,'' tegas dia.
''Makam itu harus dibersihkan dan dijaga dengan baik, karena menurut saya Utuy salah satu penulis penting untuk sastra dan budaya Indonesia. Dia tidak memilih untuk hidup di rantau. Dia di sini karena tidak bisa pulang ke Indonesia. Tragis.''
BBC
INDONESIA: Pusara
Utuy Tatang Sontani di pekuburan Mitino, Moskow, Rusia.
Pavel menunjuk ukiran nama pada nisan Utuy yang mulai
kabur, susah dibaca, dan kusam termakan cuaca. Granit hijau itu baru kembali
mengkilat setelah disikat oleh Pavel. Di situ tersebut tertulis nama Utuy
Tatang Sontani dalam aksara sirilik.
Berikutnya tertera keterangan, Indonesiyskiy Pisatel yang artinya, Penulis
Indonesia.
Penulis Indonesia, yang seakan lenyap dari sejarah
sastra Indonesia.
Padahal, ''Saya pikir, dialah yang menciptakan drama
modern di Indonesia,'' ujar kata Profesor Vilen Sikorsky, kepada Clara
Rondonuwu, pelajar Indonesia di Moskow yang melaporkan untuk BBC News
Indonesia.
Sebelum era Utuy, imbuh dia, drama yang ditulis di
Indonesia berbentuk 'bacaan'. Tapi Utuy mulai menulis 'drama untuk dimainkan'.
Tentang bagaimana Utuy tiba di Moskow, dia mengisahkan
kembali bahwa tiga hari sebelum peristiwa 30 September 1965, Utuy terbang ke
Cina untuk 'berobat'.
''Istrinya batal ikut, sebab paspor belum jadi.''
Dalam bukunya, Vilen juga menulis bahwa antara 30
September dan 1 Oktober 1965, Utuy berobat di rumah sakit di Peking. Sementara
itu, di tanah air Gestapu pecah dan orang-orang Lekra dijebloskan ke penjara
dan pengasingan.
BBC INDONESIA: Kondisi makam Utuy setelah dibersihkan
Pavel Serin. Sebelumnya makam sudah tertutup dedaunan dan tanah, sehingga batu
penutupnya tidak kelihatan lagi. Utuy dimakamkan di Moskow pada 17 September
1979, disaksikan sekitar 50 orang yang terdiri dari penulis dan eksil Indonesia
di Rusia.
Dia terjebak di tanah asing, tak bisa kembali.
Kesehatan memburuk pada Oktober 1973, saat itu dia memperoleh izin dari Cina
untuk berobat ke Belanda. Kereta Trans-Siberia yang ia tumpangi dari Beijing
lewat di Moskow, kemudian ia memutuskan untuk turun.
Di Moskow, awalnya Utuy menempati sebuah flat di
kawasan tenang Rayon Zyuzino, barat daya Moskow. Menurut Vilen pada masa itu
persatuan penulis Uni Soviet begitu solid.
''Mereka yang memberikan flat sama dia dan selalu membantu dia,'' terang Vilen.
Mendapat sambutan hangat di Moskow, Utuy menjadi
pengajar bahasa Indonesia dan literatur di Institut Asia dan Afrika di
Universitas Negeri Moskow.
Karya-karya Utuy Tatang Sontani dalam arsipnya di
Moskow:
Anjing
Berbicara tentang Drama
Benih
Bukan Orang Besar (drama satu babak)
Di Bawah Langit Tak Berbintang
Di Sanatorium
Kata Pengantar
Kenangan dan Renungan: Mengapa Mengarang, Haru yang
Tak Kunjung Kering, What is in a name?
Kolot Kolotok. Sebuah dongeng.
Pemuda Telanjang Bulat. Dongeng Tiga Malam
Tumbuh
Nusantara, sebuah perkumpulan akademisi dan ilmuwan
yang mempelajari kawasan penutur bahasa Melayu, dua kali menggelar pertemuan
antara Utuy dengan masyarakat Rusia.
''Acara tersebut diiklankan dengan poster besar dan digelar di ruangan yang besar sekali untuk dua sampai tiga ribu orang. Di situ dia membacakan karya-karya barunya,'' urai Vilen.
''Kami berusaha membujuk dia untuk terus menulis."
Drama yang tercecer
Vilen mengingat Utuy sebagai sosok yang selalu
'berusaha mempertahankan kepribadian tanpa ingin mengganggu orang lain'.
''Dan, kalau boleh juga membantu orang lain. Itulah yang terpokok dari dia.''
BBC
INDONESIA: Utuy salah satu yang pertama dimakamkan di bagian pekuburan Muslim
Mitino. Secara administrasi, dia juga berada dalam daftar orang terkenal yang
dimakamkan di sana.
Profesor di Universitas Negeri Moskow tersebut
menyebut kepribadian Utuy 'agak menyerupai' tokoh dalam novel Tambera.
''Di sana juga ada tokoh Kawisa yang seperti Aidit, orang yang juga ia kenal baik.''
Utuy berangkat ke Beijing, karena melihat ada
kesempatan berobat di sela mengikuti pertemuan penulis di sana.
''Saat Utuy meninggal, Kuslan (Budiman) yang telepon saya,'' kata Vilen.
''Saya bilang tidak mungkin. Sudah coba pakai kaca (didekatkan ke hidung Utuy)? Sebab, kalau masih bernafas, paling tidak berembun sedikit.''
Utuy meninggal sepekan sesudah keluar dari rumah
sakit.
''Penyakitnya jantung,'' ungkap Vilen. ''Hadir kira-kira 50 orang di pemakaman. Banyak sekali orang.''
Adapun, karya-karya peninggalan Utuy diserahkan Vilen
ke Ajip Rosidi dan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin untuk diterbitkan.
''Saya tidak serahkan ke pemerintah Indonesia, sebab waktu itu masih zaman Suharto. Itu tidak mungkin.''
BBC
INDONESIA: Profesor Vilen Sikorsky membawakan bunga ke pusara Utuy Tatang
Sontani pada hari lahirnya 13 Mei.
Namun, karya Utuy Tatang Sontani dalam tulisan aslinya
masih disimpan oleh Vilen, yang kini usianya sudah lebih dari 80 tahun.
''Saya akan berusaha melalui kedutaan barangkali, untuk menyerahkannya ke Indonesia.''
Karya-karya tersebut yaitu tulisan Utuy selama di
Moskow dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia yaitu Kolot Kolotok dan
Pemuda Telanjang Bulat.
"Karyanya yang ketiga belum selesai, ditulis ketika dia berada di sanatorium. Dia menulis catatan kehidupannya, terutama tentang seorang perempuan Spanyol. Dia banyak menulis di sana, tapi ini semua belum selesai.''
Seberapa penting tempat Utuy di zaman ini? Menurut
Vilen, karya-karya Utuy 'mengandung ciri-ciri untuk semua waktu'. Yaitu, ciri
kemanusiaan.
''Yang jelas Indonesia harus mengingat dia. Dia penulis yang menonjol,'' kata Vilen yang membawakan empat kuntum anyelir ke nisan Utuy Tatang Sontani, tepat di hari lahirnya 13 Mei lalu -menandai ulang tahun Utuy ke 98 tahun.Sumber: BBC Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar