Ketoprak Dangsak

Pentas Ketoprak Dangsak "Reksa Mustika Bumi" kolaborasi Cepetan Alas dengan Ketoprak. Pentas ini digelar DKD Kebumendi PRPP Jateng [Foto:AP]

Lengger Banyumasan

Pementasan seni tradisi lengger dari Dariah; tokoh legendaris"Lengger Banyumasan"

Suro Bulus, Parodi Satire Ketoprak Rakyat

Lakon carangan "Suro Bulus" yang merupakan manifestasi perlawanan masyarakat tradisi terhadap kejahatan korporasi tambang

DRAS SUMUNAR, Tetet Srie WD

Pagelaran "Serat Dras Sumunar" karya Tetet Srie WD di Roemah Martha Tilaar Gombong

Dewa Ruci

Pentas wayang dengan lakon "Dewa Ruci" dalam Festival Dalang Anak di Banjarnegara. Tiga dari empat dalang cilik Kebumen sabet juara [Foto:AP]

Sabtu, 09 November 2019

Wayang Potehi, Kesenian Klasik Perpaduan Budaya Tionghoa – Jawa

Oleh: Reza Fitriyanto

Pertunjukan wayang potehi di Ketandan, Yogyakarta. (Reza Fitriyanto/Maioloo.com)

Wayang potehi merupakan seni pertunjukkan hasil budaya peranakan Tionghoa – Jawa. Terbuat dari kayu waru atau kayu mahoni lunak dan dibalut aneka kostum khas Negeri Tirai Bambu, wayang potehi menjadi salah satu pertunjukan seni yang paling ditunggu saat Imlek tiba. 

Kencringan irama simbal cina di sudut Kampung Ketandan malam itu menarik hati. Tampilannya sangat menyita pandangan. Bunyinya memecah suasana, seolah-olah ingin menarik perhatian semua pengunjung yang memadati tempat dilangsungkannya acara Pekan Budaya Tionghoa ke-XI di Kampung Ketandan, Malioboro, Yogyakarta.

Sebagian dari mereka yang tengah lalu-lalang menyempatkan diri untuk berhenti sejenak menyaksikan pentas wayang potehi, sebuah kesenian klasik yang lahir di negeri Tirai Bambu.

Seorang wisatawan sedang mendokumentasikan pertunjukan wayang potehi di Ketandan, Yogyakarta. (Reza Fitriyanto/Maioloo.com)

Lenggak-lenggok boneka wayang potehi secara perlahan muncul dari panggung yang berupa bilik kecil berwarna merah menyala. Tak lama kemudian, sosok sang ksatria keluar. Dialah Jenderal Sie Djien Kwie Tjeng See, seorang panglima besar dari Kerajaan Tai Tong Tiaow yang menjadi lakon cerita pentas wayang potehi malam itu. Dengan jubah perang kebesarannya, sang jenderal menumpas habis semua musuh yang dihadapinya.

Kian malam para penonton kian bertambah. Purwanto yang bertindak sebagai dalang pada kesempatan itu makin semangat. Aksi Pria asal Kediri, Jawa Timur, dalam memainkan boneka wayang potehi terlihat makin berapi-api. Secara bergantian, satu per satu tokoh boneka wayang potehi miliknya unjuk muka di hadapan penonton. Sesekali aksinya mendapat sorakan gembira dari anak-anak yang dengan antusias menyaksikan pentas kesenian dari negeri Tiongkok malam itu.

Purwanto, dalang wayang potehi dari Jombang menunjukan tokoh wayang Jenderal Sie Djien Kwie Tjeng See yang merupakan yang menjadi lakon atau tokoh utama pementasan. (Reza Fitriyanto/Maioloo.com)

Pentas kesenian wayang ini rutin diselenggarakan oleh panitia Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta sebagai wahana untuk memeriahkan perayaan Tahun baru Imlek di kampung pecinan Ketandan. Kehadiran wayang potehi dalam kesempatan ini menjadi warna tersendiri di tengah hiruk-pikuk bazar dan riuh suasana jual beli jajanan pasar malam yang dijajakan warga.

Wayang Potehi merupakan kesenian klasik yang berasal dari negeri Tiongkok bagian Selatan. Kesenian wayang potehi sendiri telah ada sejak zaman kekaisaran Cina, tepatnya sejak masa Dinasti Jin pada tahun 265 hingga 420 Masehi. Menurut asal katanya, potehi berasal dari kata pou yang berarti kain, te yang berarti kantong, dan hi yang berarti wayang. Jadi potehi adalah wayang yang terbuat dari boneka kain atau wayang kantong.

Berdasarkan catatan sejarah, masuknya kesenian wayang potehi ke nusantara dibawa oleh perantau Tionghoa. Kemudian lambat laun kesenian wayang potehi melebur dengan budaya masyarakat setempat. Kini, wayang potehi telah berakulturasi menjadi sebuah kesenian lokal mewakili satu di antara keberagaman identitas bangsa Indonesia.

Deretan tokoh wayang potehi yang berjajar di balik panggung, tampak tokoh utama Jenderal Sie Djien Kwie Tjeng See dengan jenggot panjangnya berada di tengah. (Reza Fitriyanto/Maioloo.com)

Suatu kisah menceritakan bahwa asal muasal ditemukannya kesenian wayang potehi ini berasal dari seorang terpidana eksekusi mati saat tengah berada dalam pesakitannya di dalam pejara. Di tengah keluh kesah menanti ajalnya, salah satu dari beberapa terpidana mati tersebut berusaha menghibur diri dengan mengambil perkakas yang ada di dalam penjara. Kemudian perkakas penjara tersbut ditabuh untuk mengiringi permainan wayang yang saat itu menggunakan kain atau kaos tangan.

Keunikan permainan wayang kain yang dimainkan dengan tangan oleh para terpidana mati tersebut lantas terdengar hingga ke telinga sang Kaisar. Sang Kaisar pun memanggil mereka, para terpidana mati tersebut, untuk mementaskan pertunjukan secara langsung di hadapan sang Kaisar. Seusai mementaskan permainan wayang kain, tak dinyana sang Kaisar merasa sangat terhibur. Pengampunan pun keluar dari sang Kaisar. Hukuman eksekusi mati para nara pidana tersebut kemudian dicabut.

Di Balik Panggung Wayang Potehi

Deretan boneka wayang berjajar rapi di atas sebuah kotak perkakas yang berada di belakang singgasana panggung sang dalang. Di samping kanan dan kirinya terdapat para pemusik pengiring pementasan. Suasana di balik panggung pentas wayang ini tak seperti tampilan depannya. Dari balik panggung ini, terlihat dengan jelas tingkah dan gestur sang dalang yang sangat ekspresif memainkan boneka wayang potehi.

Saking bersemangatnya, sesekali peluh menetes dari kening sang dalang. Di sampingnya sang asisten membantu dengan sigap. Tangan sang asisten saat memainkan boneka wayang potehi hampir sama lihainya seperti sang dalang yang tentunya jauh lebih senior. Canda tawa sesekali terlepas di balik panggung ini tatkala sang dalang mengeluarkan celotehan humornya.

Seorang dalang wayang potehi sedang beraksi di balik panggung. (Reza Fitriyanto/Maioloo.com)

Dari balik panggung inilah wajah sesungguhnya pentas wayang potehi. Purwanto dan kawan-kawannya yang tergabung dalam kelompok Fuk Ho Ann dari Jombang ini adalah wujud dari segelintir orang yang masih peduli akan kehadiran kesenian wayang khas Tiongkok ini. Dari tangan Purwantolah hadir tokoh-tokoh pewayangan cina yang berkisah tentang cerita rakyat dari negeri yang masyur akan perdagangannya. Dari kecintaan mereka pula kesenian klasik peninggalan zaman kekaisaran Negeri Tirai Bambu ini hadir di hadapan kita.

Traveller’s Note

·           Pentas wayang ini rutin diselenggarakan tiap tahun di acara Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta yang diselenggarakan di Kampung Ketandan, Malioboro, Yogyakarta.
·           Pertunjukan Wayang Potehi berlangsung tiap hari selama perayaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta berlangsung, mulai pukul 18.30 WIB.
·           Bagi kamu yang ingin mengabadikan atau sekedar menikmati pementasannya, datanglah lebih awal agar dapat tempat duduk paling depan.
·           Sebelum duduk menikmati pementasan Wayang Potehi, kamu bisa terlebih dahulu menikmati bazaar dan jajanan pasar yang ada di sepanjang gang kampung Ketandan saat perayaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta berlangsung.

Maioloo.Com 

Rabu, 06 November 2019

MOOI INDIE

Darwati Utieh

(Foto: lukisan Basuki Abdullah)
Bahkan orang tak punya selera seni pun terpukau lukisan naturalistik. Tak perlu kuliah di jurusan seni rupa hanya untuk menikmati sebuah lukisan pemandangan suasana pagi pedesaan dihiasi kebeningan air kali yang mengalir dibawah jembatan kayu nibung di sekitarnya. Begitu elok. Begitu molek.
Lukisan dengan daya pikat romantisme yang kuat pernah menjadi trend di Hindia Belanda awal abad XX. Gerakan seni rupa ini juga didorong oleh pemerintah untuk mendongkrak pariwisata di negeri jajahannya. Para perupa macam Willem Jan Pieter van der Does, Manus Bauer, Carel Dake, Lee Man Fong, Raden Saleh, antara lain, diminta melukis alam Indonesia untuk dipamerkan di Eropa dengan tujuan menarik wisatawan bule.
Bagi perupa barat Hindia Belanda adalah lokasi segala keindahan bersemayam. Ia ibarat telaga tempat orang menimba ilham kemolekan yang tak habis-habisnya.
Gerakan ini menekankan emosi yang kuat dari pengalaman estetika. Lukisan Mooi Indie mudah dikenali dari tampilan fisiknya. Bentuk dasarnya pemandangan alam dihiasi sawah, gunung, pohon, bunga, pantai, penari, perempuan dan lelaki desa. Ringkasnya menggambarkan romantisme Indonesia, keadaan Hindia Belanda saat itu, yang asli atau natural.
Pada mulanya istilah Mooi Indie (Hindia Belanda Yang Molek) pernah dipakai untuk memberi judul reproduksi 11 lukisan pemandangan cat air milik perupa Belanda Fredericus Jacobus du Chattel yang diterbitkan dalam bentuk portfolio di Amsterdam tahun 1930.
Namun istilah tersebut jadi populer berkat perlawanan yang diberikan oleh maestro S.Soedjojono yang mengejek seni itu dengan label "trinitas": gunung, sawah, pohon sebagai objek yang selalu hadir. Ia tampil sebagai pengeritik pertama dan paling vokal gerakan romantisme ala Belanda ini dalam artikelnya di majalah Kebudayaan dan Masyarakat, Oktober 1939.
"Benar Mooi Indie bagi si asing yang tak pernah melihat pohon kelapa dan sawah. Benar Mooi Indie bagi si turis yang telah jemu melihat skyscapers dan mencari hawa dan pemandangan baru, makan angin katanya, untuk menghembuskan isi pikiran mereka yang hanya bergambar mata uang sahaja".
Bagi Soedjojono pelukis mestinya, 
"Menggambar juga pabrik-pabrik gula, si tani yang kurus, mobil si kaya dan pantolan si pemuda, sepatu, celana, dan baju garbadin pelancong di jalan aspal. Inilah keadaan kita. Inilah realitet kita," tulisnya.
Dan ia menyebut pandangan seni rupanya sebagai "realisme". Kelak setelah merdeka realismenya bertemu dengan "realisme sosialis" ala Lekra. Klop.
Tapi bukankah Mooi Indie juga sebuah "realisme"?

Sabtu, 02 November 2019

Wayang gollek Menak Kebumenan