Ketoprak Dangsak

Pentas Ketoprak Dangsak "Reksa Mustika Bumi" kolaborasi Cepetan Alas dengan Ketoprak. Pentas ini digelar DKD Kebumendi PRPP Jateng [Foto:AP]

Lengger Banyumasan

Pementasan seni tradisi lengger dari Dariah; tokoh legendaris"Lengger Banyumasan"

Suro Bulus, Parodi Satire Ketoprak Rakyat

Lakon carangan "Suro Bulus" yang merupakan manifestasi perlawanan masyarakat tradisi terhadap kejahatan korporasi tambang

DRAS SUMUNAR, Tetet Srie WD

Pagelaran "Serat Dras Sumunar" karya Tetet Srie WD di Roemah Martha Tilaar Gombong

Dewa Ruci

Pentas wayang dengan lakon "Dewa Ruci" dalam Festival Dalang Anak di Banjarnegara. Tiga dari empat dalang cilik Kebumen sabet juara [Foto:AP]

Kamis, 09 Juli 2009

30 tahun Dedikasi Sastra Umbu Landu Paranggi


Thrusday, Juli 2009, 09th




Menyebut nama Umbu Landu Paranggi (lahir di Sumba10 Agustus 1943) berarti memetakan perjalanan sastra Indonesia terutama di Yogyakarta dan Bali.  Umbu adalah seorang penyair Indonesia yang sering disebut sebagai tokoh misterius dalam dunia sastra Indonesia sejak 1960-an.

Mengenai predikatnya sebagai penyair misterius ini penyair muda Jengki dari Bali menyinggungnya dalam tulisannya “Sebagai penyair, karya-karya Umbu tidak terlalu banyak dan tidak begitu dikenal luas. Dia lebih dikenal sebagai seorang pendidik, guru puisi, motivator, “provokator kegiatan sastra”, pencari bakat penyair, sahabat dan ayah yang tulus. Dia sangat jarang mempublikasikan karya dan terkesan menghindar dari publisitas. Pernah pengurus salah satu penerbit besar di Jakarta datang menemuinya ke Bali karena ingin mengumpulkan dan membukukan seratus puisinya. Umbu menyanggupi. Tapi sampai sekarang Umbu tidak pernah menyetorkan puisi-puisinya ke penerbit tersebut.”

Predikatnya yang lain adalah “Presiden Malioboro”. Tak jelas siapa yang pertama kali mencuatkan istilah itu, namun dari perjalanannya di Yogyakarta, pada tahun 1970-an Umbu membentuk komunitas penyair Malioboro di Yogyakarta. Walaupun dikenal sebagai mentor berbagai penyair “lulusan” Malioboro terkenal, seperti Emha Ainun Nadjib dan almarhum Linus Suryadi AG, ia sendiri seperti menjauh dari popularitas dan publik. Ia konon sering “menggelandang” sambil membawa kantung plastik berisi kertas-kertas, yang tidak lain adalah naskah-naskah puisi koleksinya. Orang-orang menyebutnya “pohon rindang” yang menaungi bahkan telah membuahkan banyak sastrawan kelas atas, tapi ia sendiri menyebut dirinya sebagai “pupuk” saja. “Kalau ada kata untuk mengungkapkan yang lebih sederhana, saya akan memakainya”, begitu kata salah satu muridnya ketika menggambarkan kesederhaannya.

“Kamu boleh mengidolakan seseorang, tapi jadilah dirimu sendiri”. Itulah salah satu kata yang pernah keluar dari bibirnya.

Hari ini, publik sastra Indonesia patut penasaran  soal penyelenggaraan acara Reuni Apresiasi Sastra yang mengetengahkan 30 tahun dedikasi sastra Umbu Landu Paranggi  1979-2009 yang diselenggarakan oleh Komunitas Sahaja Kamis 9 Juli 2009 mulai jam 9 pagi hingga jam 1 siang di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Bali (Art Center) Jalan Nusa Indah Denpasar.

Menurut salah satu penggagas acara, Dr. Nyoman Darma Putra, selain memeringati dan merenungi 30 tahun kehadiran Umbu di Bali, kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap perkembangan sastra di Bali. “Dengan mengedepankan suatu dialog bersama, yang diselingi dengan berbagai pertunjukan seperti baca dan musikalisasi puisi, diharapkan dapat turut menumbuhkembangkan semangat susastra di berbagai kalangan. Tak hanya itu, untuk memaknai peran Umbu di Bali, para peserta juga akan mengapresiasi karya serta pemikiran sang penyair besar ini,” papar Darma Putra.

Sumber: www.jengki.com & wikipedia.org