Ketoprak Dangsak

Pentas Ketoprak Dangsak "Reksa Mustika Bumi" kolaborasi Cepetan Alas dengan Ketoprak. Pentas ini digelar DKD Kebumendi PRPP Jateng [Foto:AP]

Lengger Banyumasan

Pementasan seni tradisi lengger dari Dariah; tokoh legendaris"Lengger Banyumasan"

Suro Bulus, Parodi Satire Ketoprak Rakyat

Lakon carangan "Suro Bulus" yang merupakan manifestasi perlawanan masyarakat tradisi terhadap kejahatan korporasi tambang

DRAS SUMUNAR, Tetet Srie WD

Pagelaran "Serat Dras Sumunar" karya Tetet Srie WD di Roemah Martha Tilaar Gombong

Dewa Ruci

Pentas wayang dengan lakon "Dewa Ruci" dalam Festival Dalang Anak di Banjarnegara. Tiga dari empat dalang cilik Kebumen sabet juara [Foto:AP]

Rabu, 31 Januari 2018

Badan Bahasa Fasilitasi Polemik Puisi Esai, Denny J.A. Tak Mau Hadir

Rabu,31 Januari 2018 | 20:58:19 WIB


Laporan: Holy Adib


Denny JA (facebook)

PADANG - Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada, Prof. Dr. Faruk Tripoli, menyarankan Badan Bahasa sebagai lembaga negara yang mengurus bahasa dan sastra untuk memfasilitasi pertemuan antara dua kubu yang memolemikkan gerakan puisi esai yang digagas Denny J.A.. Sehubungan dengan hal itu, Sekretaris Badan Bahasa, Abdul Khak, mengatakan, pihaknya berencana memfasilitasi pertemuan tersebut.
“Insyaallah ada rencana. Tunggu saja. Sedang dirancang. Sedang dirapatkan,” ujar Abdul Khak saat dihubungi Haluan dari Padang melalui pesan WhatsApp, Rabu (31/1).
Dua kubu yang berpolemik karena gerakan puisi esai yang digagas Denny J.A. tersebut adalah kubu Denny J.A. dan jaringannya (kubu pro), dan Aliansi Sastrawan Indonesia Antipuisi Esai (kubu kontra). Salah satu penggangas Aliansi Sastrawan Indonesia Antipuisi Esai, Saut Situmorang, mengatakan, pihaknya akan menghadiri pertemuan tersebut apabila diundang oleh Badan Bahasa.
“Kalau bisa secepatnya!” ucapnya melalui pesan WhatsApp.
Sementara itu, Denny J.A. mengapresiasi siapa pun, termasuk Badan Bahasa, yang ingin membahas polemik gerakan puisi esai ala dirinya tersebut. Namun, ia secara pribadi tidak akan hadir secara fisik apabila diundang oleh Badan Bahasa dalam pertemuan yang direncanakan membahas polemik.
“Polemik (puisi esai) terjadi di dunia nyata dan sudah difasilitasi oleh sistem demokrasi. Demikian pula polemik antargagasan dalam sejarah dunia. Yang memfasilitasi adalah sistem demokrasi. Itu sudah cukup. Polemik pun tak perlu dicari jalan tengah karena clash of mind memang boleh berbeda, dan itu bagus-bagus saja. Kan sudah dibahas di banyak tulisan. Saya pun gencar menuliskannya,” tuturnya melalui pesan WhatsApp.
Denny mengutarakan, ia mempersilakan pihak-pihak yang ingin membahas polemik gerakan puisi esai yang ia klaim sebagai temuannya dan genre baru dalam sastra Indonesia. Ia sendiri memilih polemik di ruang publik daripada polemik di ruangan tertutup.
“Polemik di ruang publik itu seperti sekarang ini: di media sosial, koran, dll. Itu sudah lebih dari cukup. Tulisan yang lebih bernas yang diharapkan,” kata konsultan politik itu.
Mengenai kehadirannya pada pertemuan tersebut jika diadakan oleh Badan Bahasa, Denny mengatakan, yang hadir pada pertemuan tersebut tidak harus fisiknya, tetapi bisa gagasannya.
“Gagasan saya, tulisan saya pasti hadir dalam pembahasan itu. Lha? Kan soal puisi esai. saya pasti hadir lewat gagasan dan tulisan yang banyak itu. Itulah kehadiran paling esensial, bukan fisiknya, tapi gagasannya. Gagasan saya kan bisa dibawa dan diwakili orang lain, atau lewat tulisan. Jelaslah semua bebas merespons,” ujar direktur eksekutif Lingkaran Survei Indonesia itu.
Meskipun mengapresiasi rencana pertemuan yang direncanakan oleh Badan Bahasa tersbeut, Denny menganggap pertemuan itu tidak punya urgensi.
“Yang kurang pada kita adalah karya, karya, karya, bukan berdebat. Bahkan, kita kebanyakan debat dan kekurangan karya. Karya versus karya, itulah yang membuat peradaban maju, bukan debat vs debat. Yang saya rindukan itu debat karya versus karya yang hadir di dunia nyata, bukan debat adu mulut di ruangan tertutup,” tuturnya.
Menurut Denny, debat merupakan adu argumentasi. Debat berguna jika dilakukan pada parlemen (pemerintahan) (untuk mengambil kebijakan), pada pemilu (agar pemilih melihat kualitas calon pemimpin), di dunia akademik (untuk tes kelulusan dan kompetensi)
“Dalam situasi itu, penting pertemuan fisik. Tapi, di dunia karya, perdebatan berlangsung lebih tak langsung: karya versus karya dan biarkan pasar yang merespons, biarkan sejarah jadi hakimnya,” ucapnya.
Denny mengatakan, ia sangat menghargai pihak-pihak yang menentang puisi esai, bahkan senang sekali jika penentangan itu dirumuskan dalam karya dengan riset dalam bentuk buku.
“Yang ada sekarang baru celotehan level Facebook, sementara puisi esai sudah menjadi dan akan menjadi 70 buku yang ditulis oleh 250 penyair, penulis, dari Aceh hingga Papua,” katanya.
Gerakan puisi esai yang digagas Denny J.A. menimbulkan polemik pada kalangan publik sastra Indonesia. Ada pihak yang pro dan ada pihak yang kontra terhadap terhadap gerakan itu.

Pihak yang kontra dengan gerakan puisi esai Denny, misalnya Aliansi Sastrawan Indonesia Antipuisi Esai. Aliansi tersebut, dalam siaran persnya baru-baru ini menuduh Denny memanipulasi sastra Indonesia karena konsultan politik itu mengklaim menciptakan genre baru dalam sastra Indonesia, padahal tulisan yang dianggap puisi esai oleh Denny itu sudah lama ada dalam dunia sastra.

Polemik ini merupakan polemik lanjutan buku “33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh” (KPG, 2013) yang ditentang karena di dalam buku tersebut terdapat nama Denny J.A. sebagai tokoh sastra paling berpengaruh. Polemik yang bergulir hampir sebulan belakangan ini dipicu oleh proyek Penulisan Buku Puisi Esai Nasional yang digagas dan didanai oleh Denny J.A.. Proyek tersebut melibatkan 170 penulis, penyair, jurnalis, dan peneliti di 34 provinsi di Indonesia. Denny membayar satu penulis dengan uang Rp. 5 juta atas satu puisi esai.

Sumber: HarianHaluan 

Penyair Jawa Barat Tolak Gerakan Puisi Esai Nasional Denny JA

Reporter: 

Anwar Siswadi (Kontributor) | 

Editor: 

Nunuy Nurhayati 

Rabu, 31 Januari 2018 18:45 WIB

Denny Januar Ali (Denny JA). dok.TEMPO
Bandung - Perwakilan penyair  menyambangi Balai Bahasa Jawa Barat di Bandung, Rabu, 31 Januari 2018. Mereka menyampaikan protes dan menolak Gerakan Puisi Esai Nasional gagasan tokoh survei politik Denny January Ali. Penyair pun mempertanyakan keterlibatan orang Balai Bahasa dalam gerakan tersebut.
Perwakilan penyair yang dipimpin Matdon berdialog langsung dengan Kepala Balai Bahasa Jawa Barat Sutejo di Ruang Perpustakaan. Kini ada 104 penyair di Jawa Barat yang menandatangani petisi penolakan Gerakan Puisi Esai Nasional. 
"Latarnya Denny JA itu ahli survei, tiba-tiba bikin puisi dan ingin diakui sebagai tokoh sastra," ujar Matdon.
Penyair yang ikut mendirikan Majelis Sastra Bandung itu mengaku pernah diajak membuat puisi esai bertema sosial di Jawa Barat. Orang yang mengajak mengiming-imingi uang Rp 5 juta per puisi. "Juga diminta mengakui Denny JA sebagai tokoh sastra Indonesia," kata Matdon.
Menurutnya, puisi esai sudah dikenal sejak abad ke-18. Bedanya, puisi esai versi Denny JA harus disertai catatan kaki. 
Gerakan Puisi Esai Nasional salah satunya membuat buku puisi dengan mengajak seratus lebih penyair dan penggiat sastra. Konon gerakan itu melibatkan orang-orang di Badan hingga Balai Bahasa di daerah. Matdon mempertanyakan kabar itu. 
"Balai Bahasa kami minta membersihkan kalau ada orangnya yang terlibat," kata Matdon.
Menurutnya dia, penyair bukan menentang puisi esai karena karya itu wujud kebebasan berekspresi. "Yang kami tolak upaya Denny JA yang ingin diakui sebagai tokoh sastra dengan iming-iming uang itu," ujar Matdon.
Kepala Balai Bahasa Jawa Barat Sutejo mengatakan, pihaknya bersikap netral dalam masalah tersebut. 
"Genre puisi esai menurut kami tidak masalah," katanya. Bagi Balai Bahasa, ujar Sutejo, masalah muncul ketika Denny JA menerbitkan buku 33 Tokoh Sastra. "Saya juga heran, sejak kapan DJA muncul sebagai sastrawan," kata Sutejo.
Soal keterlibatan orang Balai Bahasa Jawa Barat dengan proyek penulisan puisi esai itu, Sutejo menepisnya. 
"Di sini tidak ada yang terlibat. Kami mengimbau saja," ujarnya. Penolakan penyair itu akan disampaikan Balai Bahasa Jawa Barat ke Badan Bahasa.
Pada kesempatan lain Denny JA menyebut jika gagasannya tersebut tak menyalahi aturan apapun. Menurut dia, gagasan ini adalah sebuah ikhtiar budaya yang memfasilitasi sekitar 170 penyair yang ada dari Sabang hingga Merauke. 
"Ini kerja yang jarang diselenggarakan tanpa dana pemerintah dan juga tanpa sponsor seperti perusahaan rokok, atau pun perusahaan asing," tutur Denny kepada Tempo, Kamis 31 Januari 2018. Denny mengaku kalau dirinya mendanai gerakan yang digagasnya itu.
Menanggapi pro dan kontra yang terjadi, Denny memaklumi hal tersebut lantaran menurut dia ini adalah konsekuensi dari negeri demokrasi. 
"Orang berkekspresi diperbolehkan oleh Konstitusi, tak ada aturan yang dilanggar, tak ada penggunaan APBD juga di sini," tambah Denny.
Soal penilaian Denny untuk layak disebut tokoh sastra, menurutnya selama ini dirinya memang sudah lama berkecimpung di dunia penulisan puisi dan esai. Ia pun menyebut beberapa karya dan prestasi yang sempat diraih lewat karya yang pernah ia tulis.
Menurut Denny, seorang sastrawan asal Malaysia malah mengapresiasi genre karya yang ia buat yakni, puisi esei. Dr. Rem Dambul, ilmuwan Malaysia yang juga menulis puisi disebutnya menyambut positif genre baru puisi esai tersebut. Selain itu menurut Denny, karyanya sempat ditelaah sejumlah sastrawan Asia Tenggara. Ada sekitar 24 buku puisi Denny JA yang ditelaah dalam acara yang digagas Badan Bahasa dan Sastra Sabah Malaysia itu. 
Bahkan ia membanggakan salah satu bukunya, Fang Yin's Hankerrchief yang sempat menjadi best seller nomor 1 di toko buku online dunia, Amazon.com. Buku tersebut menurut Denny bertengger di rangking no 1 Kindle Store kategori buku puisi dunia. 
"Mungkin karya sastra saya lebih banyak dari mereka," ujar Denny mengacu pada beberapa pihak yang kontra dengan dirinya tersebut.
Tulisan ini mengalami revisi yakni penambahan tanggapan dari Denny JA usai dihubungi Tempo, Kamis malam pada pukul 21.30 WIB
Sumber: Tempo.Co 

BAYU ANANTA, Dalang Cilik Multitalenta Asal Jember

Januari 31, 2018 | JemberanNet

M. IKHFAN BAYU ANANTA namanya atau biasa dipanggil BAYU ANANTA. Siswa Kelas 1 SD Kelapa 06 Pagi, Kebun Jeruk ini dalam kehidupan sehari-hari tidak jauh berbeda dari teman-teman sebayanya. Dia suka bermain kalau tidak sedang sekolah. 
Namun, satu hal yang sangat spesial dari sosok Bayu adalah kemampuannya untuk ndalang, memainkan wayang kulit berdasarkan cerita-cerita tertentu, serta kemampuan-kemampuan seni lainnya, seperti memainkan gamelan dan angklung, menari, dan bercerita dengan menggunakan bahasa Jawa. 
Kemampuan-kemampuan itulah yang menjadikan anak yang lahir dari pasangan Sutapan dan Sriutami ini patut mendapatkan apresiasi. Dalam usia 8 tahun, Bayu sudah memiliki kemampuan seni dan sudah menampilkannya dalam banyak kesempatan, baik di Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, maupun Sumatra.
Bayu tengah bermain selepas sekolah
Menurut Sutapan, dia melihat ketertarikan Bayu terhadap kesenian, khususnya wayang kulit, sudah tampak sejak ia baru berusia 1,5 tahun. Pada usia tersebut, Bayu mulai menyukai gambar-gambar wayang ketimbang gambar-gambar lain.
 “Anehnya, Bayu lebih cepat tidur kalau di-putar-kan VCD wayang kulit. Nah mengetahui hal itu, saya kemudian mulai intensif memperkenalkan wayang kepada Bayu, baik melalui gambar maupun VCD,” tutur Sutapan dalam sebuah percakapan dengan Jemberan.net, 30 Januari 2018. 
Tumbuhnya minat dan kemauan orang tua untuk memfasilitasinya dalam aktivitas sehari-hari, dengan demikian, bisa mendorong dan memperkuat kemampuan kreatif dan estetik seorang anak. Anak tidak lagi merasa terpaksa untuk terus mengembangkan bakatnya, karena orang tua mampu menyadari ketertarikan si anak, bukan mengarahkan pada minat yang lain. Ketika aktivitas seni menjadi habitus–kebiasaan yang sudah biasa dilakukan tanpa merasakan ada paksaan–minat sejak usia dini bisa tumbuh menjadi bakat yang luar biasa. Menariknya, bakat itu tidak harus muncul di usia remaja, tetapi sejak usia dini, seperti yang dialami Bayu.
Tidak pernah melupakan belajar
Karena tidak ingin kemampuan buah hatinya tidak tersalurkan, Sutapan mulai mengajari Bayu beberapa cara memegang dan memainkan wayang. Itupun hanya teknik dasar, karena lelaki asal Desa Bagon Kecamatan Puger, Jember ini juga tidak bisa ndalang. Bagi Sutapan, mengajarkan teknik dasar, paling tidak, bisa merawat minat dan bakat Bayu kecil. Hebatnya, Bayu kecil sangat cepat dalam menguasai teknik-teknik dasar memegang dan memainkan wayang. 
Sangat mungkin, Bayu mendapatkan ilmu ndalang dari VCD pertunjukan wayang kulit yang ia tonton sehari-hari. Melihat kemampuannya, Sutapan dan Sriutami atas dorongan teman-temannya mengikutkan Bayu pada acara EAT BULAGA di SCTV. Saat itu Bayu masih berusia 2,7 tahun. Dalam acara itu, ia menyabet juara 1 harian dan finalis. Bagi Sutapan dan Sriutami, keikutsertaan Bayu cilik dalam ajang EAT BULAGA bukan dalam rangka untuk menjadi juara, tetapi lebih pada untuk memberikan pengalaman kepada anaknya tampil di hadapan khalayak. Pengalaman ini tentu akan memberikan efek mental yang bagus di kemudian hari, sehingga ia tidak akan merasa minder.
Bayu dalam sebuah pertunjukan wayang
Demi untuk memberikan pengetahuan dan teknik mendalang yang  baik, Sutapan dan Sriutami berusaha mencarikan sanggar untuk buah hatinya agar minat dan bakatnya tersalurkan secara maksimal. Sayangnya, usia Bayu belum cukup untuk bisa diterima dalam sanggar seni. Tidak patah arang, mereka berdua tetap menemani Bayu belajar wayang secara mandiri. 
Baru pada usia 5 tahun, Bayu bisa diterima untuk berlatih di Sanggar Nirmala Sari, Cinere. Di sanggar ini, selain memperkuat dan memperkaya pengetahuan mendalang, Bayu juga belajar gamelan dan alat-alat musik tradisionnal lain, seperti angklung. Selain itu, ia juga belajar bertutur dengan menggunakan bahasa Jawa. Penambahan dan pengayaan pengetahuan dan skill itulah yang semakin menumbu-suburkan bakat kesenian Bayu.
Kemampuan-kemampuan kreatif Bayu menarik minat banyak pihak untuk mengundangnya. Untuk mengisi pagelaran wayang kulit, Bayu Ananta sudah menghadiri undangan di Jawa dan Sumatra. Di Sumatra, Bayu pernah menggelar pertunjukan atas undangan Dinas Pariwisata Kabupaten Prengsewu Lampung. 
Untuk kawasan Jakarta, Bayu Ananta pernah mengibur penikmat wayang di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Museum Kebangkitan Jakarta, Museum Bahari Jakarta Utara, Kebon Jeruk Jakarta Barat, Kemang Jakarta Selatan, dan Mall Casablanca Jakarta Selatan. Dalang cilik asal Bago, Puger, Jember ini juga sudah 2 kali diundang TVRI untuk mengisi acara Buah Hatiku Sayang. Di Jawa Tengah, Bayu sudah 2 kali diundang untuk menggelar wayang kulit di Semarang. Selain itu, ia juga pernah mengikut TEMU DALANG BOCAH ke-7 di Surakarta mewakili Jakarta.
Bayu mendapatkan Piagam Penghargaan dari Dekan FIB UNEJ Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum., setelah mendalang selama 1 jam lebih di Pendopo FIB.
Tidak hanya pentas di kota-kota besar, Bayu Ananta juga tidak melupakan kampung halamannya di Jember. Dia pernah ndalang di Desa Bagon dan Desa Wringintelu, Puger dan Desa Karangduren Kecamatan Balung. Tahun 2017, dalang yang juga gemar memelihara ular ini juga pernah menghibur publik di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (FIB UNEJ) dalam ajang Pekan Khairil Anwar. 
Dalam gelaran tersebut, Bayu menunjukkan kapasitas dan kemampuannya yang mampu membuat mahasiswa dan dosen FIB UNEJ berdecak kagum. Selain itu, didampingi kedua orang tuanya dan kerabatnya, Bayu juga pernah mengisi gelaran Pelangi Anak Nusantara di RRI Jember. Bagi Bayu dan keluarga, pentas di Jember selalu menyisakan rasa bahagia karena bisa ikut menyumbangkan sedikit kontribusi bagi pengembangan dan penyuburan budaya Jawa di Jember yang multikultural.
Bayu mengisi acara GALERI INDONESIA KAYA
Tidak hanya ndalang, Bayu Ananta juga diundang untuk mengisi beberapa acara bertaraf nasional dan internasional dengan menyuguhkan kemampuan seni lainnya, seperti bertutur dalam bahasa Jawa serta menabuh gamelan dan angklung. Ia pernah diundang ke Istana Negara sebagai rangkaian acara dalam KONFERENSI ASIA AFRIKA ke-62. 
Bayu juga diundang dalam AGRAPANA NUSANTARA di JCC Jakarta yang diikuti 50 negara. Tidak lupa, ia juga diminta mengisi acara dalam GALERI INDONESIA KAYA. Semua prestasi ini menegaskan bahwa sebagai dalang cilik, Bayu memiliki kapasitas dan kemampuan multitalenta yang dikembangkan secara sadar sejak usia dini. Dalang asli Bagon Puger ini bisa menjadi inspirasi bahwa untuk memupuk minat dan bakat seorang anak, orang tua tidak boleh memaksakan, tetapi mengarahkan apa-apa yang disukai anak mereka.
Bayu ndalang di FIB UNEJ dalam rangka Pekan Khairil Anwar
Kehadiran Bayu Ananta dalam jagat perdalangan dan kesenian Indonesia sudah semestinya mendapatkan apresiasi masyarakat Jember. Dari kabupaten dengan budaya yang sangat beragam ini ternyata muncul seniman cilik yang memiliki skill cukup kaya yang bisa berkontribusi bagi berkembangnya budaya Jawa bagi generasi penerus. Tentu saja, kehadiran Bayu bisa memberikan sedikit semangat dan rasa bahagia karena masih ada regenerasi dalang. 
Ketika para punggawa PEPADI merasa pesimis dengan masa depan wayang, Bayu Ananta dan juga dalang-dalang berusia muda lainnya di Jember memberikan jawaban sederhana bahwa ketika ada minat dan bakat yang diberikan keleluasaan oleh orang tuanya, pengetahuan dan kemampuan ndalang akan tumbuh dari unit sosial terkecil bernama keluarga. 
Sudah saatnya PEPADI mengajak pihak-pihak terkait seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta Dinas Pendidikan untuk mendesain sebuah mekanisme atau program untuk menarik minat anak-anak dan kaum remaja agar tertarik belajar ndalang atau, paling tidak, mau menonton pagelaran wayang.

Sumber: JemberanNet 

Selasa, 30 Januari 2018

Polemik Puisi Essai: NAFSU BESAR TENAGA KURANG



Seni.Co.Id 

Minggu, 28 Januari 2018

Puisi Ngapak "Waton Muni" Kus Diesel; Sastra Rintisan

Pernahkah terbayang bahwa di sela pekerjaan hariannya di bengkel, seorang mekanik spesialis mesin diesel masih sempat menulis puisi?

LAUNCHING: Suasana launching buku puisi ngapak "Waton Muni" karya Kus Diesel di Roemah Martha Tilaar (22/1) Gombong. Dalam gambar nampak parade pembacaan puisi-puisi ngapak [Foto: ArpanSphere]

Itu lah yang dilakukan Tunjung Kusmanto yang karena kesehariannya bergumul dengan mesin diesel, kemudian lebih dikenal sebagai Kus Diesel, hingga akhirnya puisi-puisi bahasa jawanya dapat terhimpun ke dalam kumpulan bertajuk “Waton Muni”. Keunikan puisi berbahasa Jawa yang lazimnya disebut geguritan ini adalah bahwa keseluruhan isi puisinya menggunakan bahasa jawa dialek ngapak.

Puisi ngapak karya Kus Diesel ini dilaunching di rumah budaya Martha Tilaar Gombong (22/1) sore itu. Penampilan Kus Diesel didukung oleh 7 pegiat Komunitas Pusaka Gombong (Kopong) dibawah koordinasi Sabur Herdian Ramin. Ikut juga berparade dalam perhelatan ini beberapa pegiat seni tradisi Macapat seperti Trimo Raharjo dan Nanang S Pamomong.

Pengelola Roemah Martha Tilaar Sigit Asmodiwongso menyambut baik digelarnya puisi (geguritan) ngapak dan berharap akan ada penulis lain menyusul apa yang telah dilakukan Kus Diesel.


Sastra Dialek Lokal, Sebuah Rintisan


Kus Diesel, penulis puisi ngapak "Waton Muni" 

Sastra dialek lokal yang dalam kasus launching “puisi ngapak” Kus Diesel, meski masih debatable; boleh dibilang sebagai sebuah rintisan. Selain disambut hangat apresian yang hadir, Rocky Irawan juga banyak mengomentarinya selaku pembawa acara. Pekan sebelumnya, di jagad virtual, juga muncul seorang anak berseragam pramuka membaca puisi ngapak dengan apiknya. Komunikatif, luwes saja dan amat bisa diterima.   

Selama ini jika orang menyebut karya sastra geguritan memang dari aspek bahasa cenderung berdialek timuran, mirip dialek Kebumen timur, Purworejo atau Yogya. Ini mengingatkan idiom bandhek wetan kali yang acap diperdengarkan untuk mengomentari Wong “Gombong” Bumen yang bicara tidak dengan bahasa “ngapak”nya.

Seorang penyair (baca: penggurit_Red) kelahiran Kebumen, Turyo Ragil Putro dari Ambal yang juga lebih dahulu dikenal sebagai sastrawan jawa dan telah pula membukukan karyanya. Namun jika disimak karya geguritan Turyo pun tidak ditulis dengan dialek “ngapak” yang khas itu.
Kus Diesel menulis dengan bahasa “ngapak” dan itu sebuah rintisannya.
“Ini satu hal yang membedakan Kus Diesel dari lainnya. Saat kita masih berfikir (puisi ngapak_Red), dia telah menuliskannya”, ucap Rocky Irawan sang pembawa acara siang itu. 

Ngapak Sebagai Daya Tarik

Tak banyak pengkritisan dalam sessi dialog di launching puisi ngapak “Waton Muni” Kus Diesel ini, selain komentar mengejutkan dari seorang di belakang bahwa penulisan “Waton Muni” masih kental idiom umum ketimbang benar-benar ungkapan gaya ngapak yang sesungguhnya. Idiom umum yang dimaksud olehnya adalah cara ungkap penulisan puisi yang berlaku pada umumnya.

Namun ada catatan menarik dari event langka di Roemah Martha Tilaar bahwa sebagai sebuah khasanah budaya berkomunikasi, bahasa ngapak adalah dialek yang sarat dengan daya tarik. Magnet ini bermula dari kesan lucu namun berkarakter khas, yang mencerminkan kultur blakasuta atau keterbukaan.

Puisi-puisi “Waton Muni” Kus Diesel, meski diungkap dalam kosakata yang biasa, seperti ikut menuntun kesadaran akan spirit budaya lokal gombongan mengenai nilai-nilai keterbukaan dalam blakasuta yang egaliter itu.

Sabtu, 27 Januari 2018

PERNYATAAN SIKAP ALIANSI SASTRAWAN INDONESIA ANTI PUISI-ESAI



Foto: Dok. MSB --

TERKAIT dusta publik Denny Januar Ali (selanjutnya disingkat DJA) tentang "lahirnya angkatan puisi-esai" dan Proyek Penulisan Buku Puisi Esai Nasional yang digagas dan didanai DJA pribadi yang rencananya melibatkan 170 penulis, penyair, jurnalis, dan peneliti di 34 propinsi di Indonesia, kami Aliansi Sastrawan Indonesia Anti Puisi-Esai mengamati sejumlah poin berikut:

1. Klaim puisi esai sebagai genre baru sebagaimana tertulis di sampul buku Atas Nama Cinta milik DJA merupakan penggelapan sejarah sastra. Puisi Esai sebagai komposisi ekspositori dalam bentuk puisi sudah dikenal sejak masa Alexander Pope, penyair Inggris Abad ke-18, melalui buku puisinya, "An Essay on Man".

2. Puisi esai DJA bukanlah puisi esai. DJA bersikeras menyebut bentuk yang digagasnya sebagai puisi esai, padahal karakteristik yang dipakai adalah karakteristik puisi naratif, dengan plot, tokoh, dan ceritanya. Catatan kaki yang disyaratkan sebagai ciri ke-esai-an puisi esai juga bukan ciri utama atau keharusan esai. Esai kerap tak memiliki catatan kaki. Mendukung program Penulisan Buku Puisi Esai Nasional DJA sama artinya dengan mendukung kekeliruan definisi dan konsep tersebut, yang pada gilirannya merupakan tindak perusakan sastra sebagai kajian keilmuan.

3. Program Penulisan Buku Puisi Esai Nasional adalah rekayasa politis DJA untuk mendapat pengakuan sebagai tokoh sastra dengan menggunakan kekuatan uang, sebagaimana pernah dilakukan melalui pembiayaan lomba puisi esai, dan penerbitan buku "33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh" dan "Membawa Puisi Ke Tengah Gelanggang".

4. DJA diduga memanipulasi institusi negara yang berfungsi melaksanakan pengembangan, pembinaan, dan perlindungan di bidang bahasa dan sastra, yaitu Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa serta Balai Bahasa/Kantor Bahasa di sejumlah Provinsi di Indonesia untuk menyukseskan program manipulatif dan membodohkan, yaitu Penulisan Buku Puisi Esai Nasionalnya.


Foto: Dok. Saut Situmorang (FB)

Berangkat dari poin-poin tersebut, kami Aliansi Sastrawan Indonesia Anti Puisi-Esai menyatakan:

1. Menolak program Penulisan Buku Puisi Esai Nasional tersebut, juga program lain dengan modus sama.

2. Meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia mengusut keterlibatan oknum-oknum di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa serta Balai Bahasa/Kantor Bahasa di seluruh Indonesia dalam program Penulisan Buku Puisi Esai Nasional DJA.

3. Menyerukan kepada instansi pemerintah maupun organisasi non pemerintah terkait bidang sastra, budaya, penulisan kreatif dan literasi, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Indonesia, Kementerian Pariwisata Indonesia, Badan Ekonomi Kreatif, Persatuan Penulis Indonesia (Satupena), Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI), Komite Buku Nasional, Perpustakaan Nasional RI, Ikatan Penerbit Indonesia dan lain-lain, untuk bersama, dengan kewenangan serta tugas pokok dan fungsi masing-masing, melakukan penyadaran kepada masyarakat serta mencegah dan memberantas berbagai upaya rekayasa, manipulasi dan penyesatan dalam bidang sastra dan literasi yang dilakukan baik oleh DJA dan jaringannya, maupun pihak-pihak lain.

4. Meminta DJA menghentikan program Penulisan Buku Puisi Esai Nasional di atas.

5. Menyerukan kepada semua yang terlibat program Penulisan Buku Puisi Esai Nasional DJA untuk mengundurkan diri, membatalkan kontrak, dan mengembalikan honor.

6. Menyerukan kepada komunitas-komunitas sastra di seluruh Indonesia untuk ikut menolak program Penulisan Buku Puisi Esai Nasional DJA dan mencegah para anggotanya terlibat di dalamnya.

7. Membantah telah lahir sebuah angkatan baru dalam Sastra Indonesia yang oleh DJA disebut sebagai "angkatan puisi-esai" tersebut.

Jogjakarta, 27 Januari 2018

Aliansi Sastrawan Indonesia Anti Puisi-Esai.


(Saut Situmorang)