Ketoprak Dangsak

Pentas Ketoprak Dangsak "Reksa Mustika Bumi" kolaborasi Cepetan Alas dengan Ketoprak. Pentas ini digelar DKD Kebumendi PRPP Jateng [Foto:AP]

Lengger Banyumasan

Pementasan seni tradisi lengger dari Dariah; tokoh legendaris"Lengger Banyumasan"

Suro Bulus, Parodi Satire Ketoprak Rakyat

Lakon carangan "Suro Bulus" yang merupakan manifestasi perlawanan masyarakat tradisi terhadap kejahatan korporasi tambang

DRAS SUMUNAR, Tetet Srie WD

Pagelaran "Serat Dras Sumunar" karya Tetet Srie WD di Roemah Martha Tilaar Gombong

Dewa Ruci

Pentas wayang dengan lakon "Dewa Ruci" dalam Festival Dalang Anak di Banjarnegara. Tiga dari empat dalang cilik Kebumen sabet juara [Foto:AP]

Selasa, 28 Juni 2016

Ngobrol Teater Teh Kopi Enter: Catatan Workshop dan Audisi SCOT

Tulisan oleh: Dendi Madiya
28 Juni 2016

“Ngobrol Teater Teh Kopi Enter”, salah satu program Komite Teater DKJ, menganggap perlu menyebarkan notulen yang telah dibuat Dendi Madya berdasarkan Workshop dan Audisi SCOT (Suzuki Company of Toga) , Jepang, yang dipimpin oleh Tadashi Suzuki di bawah ini:
Pada tanggal 2 dan 3 Juni 2016 telah diadakan serangkaian audisi terhadap aktor-aktris Indonesia untuk rencana proyek produksi teater kolaborasi antara Indonesia dengan Jepang. Kelompok teater Jepang yang melakukan kolaborasi ini adalah Suzuki Company of Toga (SCOT), pimpinan Tadashi Suzuki, yang juga bertindak sebagai sutradara dalam produksi ini. Kegiatan audisi berlangsung di Sanggar Teater Populer, Jl. Kebon Pala I No. 295, Tanah Abang, Jakarta.

Sebelum audisi dilaksanakan, terlebih dahulu para peserta diperkenalkan kepada metode keaktoran Suzuki. Pertama kali, peserta audisi diminta melakukan pemanasan dengan stretching atau peregangan tubuh yang dikerjakan sendiri-sendiri. Metode keaktoran Suzuki memiliki tiga gerakan dasar. Setiap gerakan diperagakan dan dijelaskan oleh Takemori, asisten Suzuki serta salah seorang aktor kelompok SCOT. Dalam penjelasannya, Takemori dibantu seorang penerjemah bahasa dan dibantu pula oleh Bambang Prihadi, sutradara Lab Teater Ciputat yang pernah mendapatkan workshop metode Suzuki secara langsung di desa pegunungan Toga, Jepang, dimana kelompok SCOT bermarkas.

Gerakan Pertama

Aktor berkonsentrasi pada bagian perut atau ‘area di bawah pusar.’ Posisi tubuh direndahkan sedikit dengan cara menekuk sedikit kedua kaki tapi tidak terlalu rendah. Kaki kanan diangkat lalu dihentakkan ke bawah disusul dengan kaki kiri. Telapak kaki dalam kondisi lurus. Kaki kanan dan kaki kiri diangkat dan dihentakkan ke bawah secara bergantian sesuai dengan tempo musik yang diputar selama 3 menit dalam satu putaran latihan. Tempo gerak berlangsung konstan berdasarkan alunan musik itu. Kurang lebih seperti menginjakkan atau menjejakkan kaki ke bumi. Gerakan pertama ini disebut juga sebagai ‘stomping the earth’ (menghentak bumi). Bagian tubuh dari atas perut hingga kepala tidak bergerak tapi dalam keadaan rileks dan lurus, tidak condong ke belakang atau ke depan.

Takemori menginstruksikan para peserta melakukan gerakan pertama itu dengan bergerak mengisi ruang. Peserta diperbolehkan menentukan arah moving yang bebas di area latihan tapi tetap berhati-hati untuk menghindari tabrakan dengan peserta lain. Setiap satu kali tiga menit putaran latihan gerakan pertama ini usai, Takemori memberikan evaluasi. Masih ada peserta yang tubuhnya condong ke belakang, misalnya, atau energi yang kendur dari peserta selama durasi tiga menit itu, hingga bahu dan kepalan tangan yang menegang. Meskipun memang sulit, Takemori mengharapkan level energi dan konsentrasi yang stabil selama setiap satu putaran latihan. “Seperti layangan manteng,” demikian Bambang Prihadi mencoba mengibaratkan. Supaya tidak terkesan sekadar ‘melemparkan kaki’ ke belakang, Takemori meminta para peserta mengangkat kaki lebih tinggi.
 
Gerakan Kedua

Berjalan ke depan secara perlahan (slow motion) dengan gerakan yang mengalir tanpa tersendat atau terhenti. Prinsipnya sama dengan gerakan pertama, aktor berkonsentrasi pada bagian perut, sementara pandangan mata diarahkan lurus dan fokus ke depan. Posisi tubuh lurus, tidak condong ke belakang atau ke depan. Tempo gerak tetap konstan, begitu pula saat berbalik arah, jangan sampai ada perubahan speed.


Pertama, para peserta mencobanya tanpa musik. Takemori memperhatikan, masih ada peserta yang ketika melangkah, pada saat yang sama kehilangan konsentrasi. Terlihat langkah mereka seperti terhenti atau berubah tempo atau tidak mengalir. Ada juga yang terlalu lebar melangkah, membuat bobot tubuh menjadi lebih berat. Kemudian mereka bergerak mengikuti alunan musik. Selanjutnya, Takemori meminta para peserta mempercepat sedikit laju gerakan.
Tidak hanya sampai di situ, gerakan kedua ini ditambah dengan pose kedua tangan secara statis tapi bentuk pose tangan itu bebas seperti yang dikehendaki peserta dan sesuai dengan sebuah imajinasi yang ingin disampaikan peserta kepada penonton. Pose tangan itu tidak boleh membuat gerakan melangkah secara slow motion menjadi berantakan. Peserta berpose tangan secara statis setelah Takemori memberikan aba-aba, “With hands!”


Tony Broer, salah seorang peserta audisi


Gerakan Ketiga

Dari posisi berdiri menuju posisi jongkok dengan tangan rileks di samping dan kepala menunduk. Selanjutnya, menuju posisi berdiri kembali dengan menjinjitkan kedua telapak kaki. Saat berdiri kembali itu, jarak posisi antara kedua kaki tidak berubah, tidak terlalu lebar dan tidak terlalu sempit, pandangan lurus ke depan. Fokus tetap pada bagian perut, bagian bahu dan tangan rileks. Gerakan ‘naik-turun’ ini dilakukan berulang-ulang dengan aba-aba pergantian gerakan melalui suara tongkat yang dipukulkan Takemori ke lantai. Pergantian gerakan ini juga harus dilakukan secara cepat. Sedangkan durasi bertahan pada satu gerakan dikendalikan oleh Takemori, bisa cepat atau sedang.

Variasi gerakan pada gerakan ketiga ini sama dengan gerakan kedua. Pada saat berdiri, para peserta diminta membuat pose dengan kedua tangan masing-masing. Pose itu bebas dan boleh berubah- ubah tapi statis dan peserta boleh berkreasi menciptakan pose yang terbaik. Variasi yang lain pada gerakan ketiga ini adalah dengan menambahkan posisi tengah diantara jongkok dan berdiri. Posisi tengah itu dilakukan dengan cara berdiri sambil menekuk sedikit kedua kaki, sedangkan pada posisi berdiri kedua kaki harus lurus dan jinjit.

Dalam ketiga posisi yang bergantian itu (low=rendah, middle=tengah, high=tinggi), kedua tangan melakukan pose. Ketika mencapai satu posisi, maka tubuh harus dalam keadaan statis, tidak bergoyang sedikit pun.




Gerakan Keempat

Posisi duduk dengan kedua kaki ditekuk didepan lalu kedua tangan merangkul
dengkul. Kepala ditundukkan dalam posisi rileks. Lalu kedua kaki diangkat perlahan dan kedua tangan melebar sambil diikuti oleh panciptaan pose dari kedua tangan, kepala tidak boleh terlalu mendongak. Juga jangan terlalu memberatkan pada bagian dada, agar suara aktor dapat keluar.

Tahap Audisi

Setelah peserta dilatih dalam gerakan dasar keaktoran metode Suzuki, berlanjutlah ke audisi. Sebenarnya ketika mereka berlatih metode Suzuki itu, juga telah ada tim penilai yang melakukan pengamatan terhadap para peserta. Diantaranya adalah Siohara, salah seorang aktor dari kelompok SCOT dan Shigemasa yang berperan menangani manajemen kelompok SCOT. Sebelum melakukan aksinya, para peserta diminta menyebutkan nama. Kemudian mereka diinstruksikan untuk menyanyikan lagu bebas sesuai pilihan masing-masing dalam posisi tubuh melakukan gerakan keempat. Ketika Takemori memberikan aba-aba dengan pukulan tongkat, maka peserta harus menghentikan nyanyiannya untuk masuk ke monolog bebas. Bambang Prihadi sempat menyampaikan kepada peserta agar lebih baik bernyanyi dan bermonolog dengan menggunakan ‘bahasa ibu’ dari masing-masing peserta.

Banyak peserta yang mengikuti anjuran Bambang. Hanya sedikit peserta yang menggunakan bahasa Indonesia. Rata-rata peserta juga menampilkan kesenian bela diri atau tarian daerahnya. Sedikit pula dari peserta yang menampilkan komedi, lebih banyak ke drama tragis.

Peserta audisi berjumlah total sekitar 40-an pemain teater yang datang dari berbagai kota di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Lampung, Palembang, Padang, Tegal, Solo, Madura, Makassar, Pontianak dan Papua. Peserta dari Aceh batal datang karena kekurangan ongkos pada hari-hari terakhir menjelang pelaksanaan audisi ini. Bambang Prihadi yang bertugas mengumpulkan aktor-aktris ini memang tidak melakukan semacam pengumuman terbuka dikarenakan kendala dana, waktu dan tempat. Jadi, hanya mereka yang sempat terhubungi saja yang mengetahui kegiatan ini. Diantara para aktor dan aktris itu, bisalah disebut beberapa orang diantaranya, seperti Tony Broer, Anwari, Joind Bayuwinanda, Erythrina Baskoro, Ruth Marini, Sir Ilham Jambak, Dadang Badoet, Yustiansyah Lesmana, Apito Lahire, Yohana Gabe. Hanya 12 orang saja yang akan dipilih. Sementara rencana naskah yang akan dibawakan berjudul Electra.

Ke-12 orang yang akan terpilih nanti akan mengikuti training langsung di desa pegununungan Toga, Jepang, pada sekitar bulan Agustus-September 2016. Sedangkan produksinya sendiri akan dipentaskan pada tahun 2018 dengan rencana keliling di berbagai kota di Indonesia dan Jepang.

Siohara dan Shigemasa

http://dkj.or.id/artikel/ngobrol-teater-teh-kopi-enter-catatan-workshop-dan-audisi-scot/

Sabtu, 11 Juni 2016

[Press-Release] Boikot ART|JOG

Forward: Febriana Firdaus

Forum Solidaritas Yogyakarta Damai (FSYD) dengan ini menyatakan kekecewaan mendalam atas kerja sama antara PT Freeport Indonesia dengan ART|JOG 2016. Logo PT Freeport Indonesia terpampang di deretan logo sponsor ART|JOG 2016. Logo menjadi penanda adanya kerja sama yang dapat berupa dukungan dana atau bentuk lainnya.

Pekerja seni Indonesia dalam praktik keseniannya harus terus bekerja demi kemanusiaan. PT Freeport Indonesia memiliki catatan yang terlalu buruk dalam kejahatan kemanusiaan di Papua (referensi terlampir). Karena itu, keterlibatan PT Freeport Indonesia dalam kegiatan kesenian —walau hanya untuk pasar seni rupa—bertentangan dengan prinsip dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Semangat hidup berkesenian yang dipelopori ART|JOG patut diapresiasi. Semangat yang sama semestinya menjaga ART|JOG dari sikap abai terhadap nilai-nilai dasar kemanusiaan. 

Namun, himbauan dan tuduhan tidak cukup mencegat nalar industri dalam praktik kebudayaan di Indonesia. Kami menyadari bahwa terjerumusnya operasi seni hari ini ke dalam pragmatisme terjadi karena pembiaran berbagai pihak. Generasi muda adalah yang paling beresiko terjebak mewarisi pragmatisme ini.

Maka, kami menggugat segenap pemangku kepentingan kebudayaan atas tidak adanya sikap politik kebudayaan di Indonesia yang meninggikan nilai kemanusiaan yang berkeadilan di atas nilai lainnya.

Melalui pernyataan sikap ini, kami menolak penyederhanaan atribut pekerja seni dan operasinya. Setiap pekerja seni harus berkontribusi dalam kehidupan berkebudayaan berdasarkan akal sehat kemanusiaan. Pekerja seni harus memilih dan memilah dengan jelas siapa saja yang boleh menyokong pendanaan keseniannya. Menumbuhkan kesadaran ini akan menjaga kita dari pembenaran atas dana cuci tangan kejahatan kemanusiaan yang dialirkan melalui perhelatan seni.

Kejahatan terhadap kemanusiaan dan penjarahan sumber daya alam yang dilakukan PT Freeport Indonesia harus dikecam dan dituntut oleh segenap rakyat Indonesia, termasuk pekerja seni. 

Kami mendesak penyelenggara ART|JOG 2016, Dinas Kebudayaan Yogyakarta dan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia untuk:

1. Membuat pernyataan bersama antara ART|JOG, Dinas Kebudayaan Yogyakarta, Badan Ekonomi Kreatif Indonesia untuk menegaskan bahwa dunia kesenian kita masih bisa disehatkan.

2. Di dalam pernyataan bersama tersebut ARTJOG menyampaikan permintaan maaf karena telah mencederai nilai perjuangan kemanusiaan rakyat Indonesia umumnya dan rakyat Papua khususnya dengan berafiliasi pada PT. Freeport Indonesia. 

3. Pernyataan bersama tersebut disebarkan di media massa melalui siaran pers.

Pengalaman ini mengajarkan pada kita akan semakin perlunya kode etik sebagai wujud penjaga akal sehat kemanusiaan dalam dunia kesenian.
Lebih dari itu, kita semua harus mendorong kemampuan pekerja seni dan posisi strategisnya dalam mengartikulasikan kepentingan rakyat.

Referensi:

Freeport merilis, pada 2010, perseroan menggelontorkan uang hingga 14 juta dolar AS sebagai bentuk dukungan kemananan pada TNI dan polisi. Sebanyak 50 aparat dari Polda Papua, 69 aparat Polres Mimika, 35 aparat dari Brimob Den A Jayapura, 141 aparat dari Brimob Den B Timika, 180 aparat dari Brimob Mabes Polri, dan 160 aparat TNI dilibatkan dalam pengamanan PT Freeport Indonesia. Personel diganti tiap empat bulan sekali. Imbalan dari Freeport mengakibatkan aparat tidak berpihak kepada rakyat Papua, tapi berpihak pada korporasi Freeport.

Berikut adalah deretan pelanggaran HAM yang dilakukan Negara untuk melindungi kepentingan PT Freeport Indonesia sejak berdirinya di tahun 1967: penghancuran tatanan adat, perampasan lahan masyarakat lokal, penculikan dan pembunuhan rakyat Papua, penangkapan sewenang-wenang masyarakat sipil, perusakan lingkungan hidup, dan perusakan sendi-sendi ekonomi.
Hingga saat ini Negara masih mengingkari kejahatan kemanusiaan yang dicatat Elsham Papua (2003): terbunuhnya seribu orang dari suku Amungme sepanjang tahun 1972 hingga 1977. Selain itu temuan JATAM dilapangan yakni limbah tailing mereka hingga saat ini setidaknya telah mencapai lebih dari 1,187 milliar ton yang dibuang ke sungai Aghawagon, Otomona dan Ajkwa. Longsor besar terakhir bahkan telah merenggut 28 nyawa pekerja sekaligus pada 14 Mei 2013.

Dalam catatan KontraS, Foker LSM Papua dan NAPAS, dalam kurun Januari-Juni 2012 terjadi 34 peristiwa kekerasan yang melibatkan Polri, TNI dan orang tak dikenal. Akibatnya, 17 orang meninggal dan 29 orang luka-luka.
November 1983, Arnold Ap dan Eddie Mofu, pekerja seni yang konsisten membangkitkan semangat perlawanan rakyat Papua melalui musiknya, ditangkap, disiksa, dan dibunuh oleh Kopassus. 

Tahun 2016, hanya di bulan Mei saja, lebih dari 3000 rakyat dan aktivis Papua ditangkap saat menyampaikan aspirasi lewat selebaran dan aksi damai. Selain itu, aksi damai rakyat Papua juga selalu dikawal ketat, bahkan direpresi oleh aparat. 

Data ini belum termasuk besaran tanah adat yang berhasil dicaplok Freeport melalui intimidasi aparat pada rakyat. Betapa Freeport, dengan dukungan penuh dari Negara dan aparat TNI-Polri, telah memberangus kehidupan rakyat Papua hingga ke akarnya, dan mencabut harkat dan martabat mereka sebagai manusia. Perlawanan terus dilakukan oleh rakyat Papua atas penghancuran ruang hidup mereka hingga hari ini. Untuk setiap perlawanan mereka, nyawa tebusannya.


Narahubung FSYD: Ade Tanesia Pandjaitan (0811 2652967)

https://www.facebook.com/febrifirda/posts/10208471016400659

Rabu, 08 Juni 2016

Disadur dari Sastra Persia, Gunakan Nama Jawa

Edisi 08-06-2016



Banyak cara yang digunakan para ulama zaman dahulu menyebarkan agama Islam di Nusantara. Salah satu media yang terkenal dan hingga kini masih eksis adalah wayang.

Seni wayang tidak bisa dilepaskan dari sejarah peradaban Islam di Indonesia. Beragam jenis wayang muncul sebagai sarana penyebar dakwah para ulama tempo dulu agar menarik perhatian masyarakat khususnya di Jawa. Salah satu wayang yang menjadi saksi bisu penyebaran agama Islam di Indonesia adalah wayang golek menak. Berbeda dengan wayang lainnya, wayang golek menak tidak mengambil cerita dari Mahabarata dan Ramayana.

Namun, diambil dari cerita tokoh pejuang bernama Amir Hamzah yang diambil dari kitab “Qissa I Emr Hamza,” sebuah karya sastra Persia pada era pemerintahan Sultan Harun Ar Rasyid. Karya sastra tersebut kemudian dikenal dengan Hikayat Amir Hamzah oleh bangsa Melayu. 


“Menurut sejarah, awal mula kisah Amir Hamzah ini masuk dan dipopulerkan melalui pada zaman 1717 Masehi oleh Ki Carik Narawita, seorang jaksa di Keraton Surakarta atas perintah Kanjeng Ratu Mas Balitar, Permaisuri Susuhunan Pakubuwana I di Kasunan Surakarta,” kata Kepala Museum Peradaban Islam Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Edi Suyadi.
Hasil terjemahan Ki Carik Narawita ini yang saat itu dikenal masyarakat dengan sebutan Cerita Menak. Edi menambahkan, setelah ada penerjemahan kemudian muncul wayang golek menak alur ceritanya sama dengan cerita yang diterjemahkan Ki Carik Narawita itu.

Untuk memudahkan diingat masyarakat Jawa, nama-nama tokoh pewayangan itu diganti menggunakan bahasa Jawa, seperti Amir Hamzah menjadi Amir Hambyah, Osama bin Omayya menjadi Umarmaya, Qobat Shehriar menjadi Kobat Sarehas, Badiuz Zaman diubah menjadi Imam Suwangsa, Mihrnigar menjadi Dewi Retna Muninggar, serta Unekir menjadi Dewi Adaninggar.
“Alur cerita dalam setiap pementasan adalah gambaran perjuangan Amir Hamzah jauh sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW. Di tengah kekafiran dan kejahiliahan saat itu, Amir Hamzah selalu berdakwah dan melakukan aktivitas jihad mengajak para raja-raja kafir saat itu mengaku bahwa Allah adalah sebagai Illah (Tuhan) dan Nabi Muhammad adalah nabi akhir zaman yang segera tiba,” katanya.
Sementara sebutan wayang golek menak diambil dari tokoh utamanya, yakni Amir Ambyah. Sebab menurut Edi, Amir Ambyah memiliki banyak julukan, yakni Wong Agung Menak, Wong Agung Jayengrana, dan Wong Agung Jayengresmi. 

“Sebutan Wong Agung Menak ini yang kemudian digunakan pujangga-pujangga Jawa untuk menamakan kitabnya sebagai Serat Menak dan munculnya Wayang Golek Menak,” katanya.
Adapun koleksi wayang golek menak di MAJT, lanjut Edi, merupakan hasil kreasi Ki Truna Dipura dari Wonogiri pada zaman Pemerintahan Sri Mangkunegara VII. Wayang itu diperoleh dari koleksi masyarakat Jawa Tengah. Sementara itu, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Semarang yang juga dosen Islam dan Kebudayaan Jawa di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Anashom mengatakan, wayang golek menak merupakan wayang dakwah.
“Wayang golek menak adalah salah satu media dakwah yang digunakan dalam penyebaran agama Islam,” katanya. 

Ceritanya secara umum memang menggambarkan tokoh kepahlawanan Amir Hamzah. Namun, kemudian muncul cerita-cerita ketokohan lokal di Indonesia, seperti para Walisongo dan tokoh ulama besar lainnya. 

“Wayang memang media yang sangat ampuh dalam penyebaran Islam. Hal ini karena masyarakat Jawa saat itu lebih menyukai hiburan dan lebih mudah dipahamkan melalui visualisasi,” katanya.
Memang keberadaan wayang golek menak kalah tenar dibanding dengan wayang lain seperti wayang purwo atau wayang kulit. Namun, wayang golek menak pada zamannya sangat terkenal dan berpengaruh dalam proses penyebaran Islam di beberapa daerah, seperti Yogyakarta, Surakarta, dan Kebumen.

ANDIKA PRABOWO Kota Semarang


Koran-Sindo