Ketoprak Dangsak

Pentas Ketoprak Dangsak "Reksa Mustika Bumi" kolaborasi Cepetan Alas dengan Ketoprak. Pentas ini digelar DKD Kebumendi PRPP Jateng [Foto:AP]

Lengger Banyumasan

Pementasan seni tradisi lengger dari Dariah; tokoh legendaris"Lengger Banyumasan"

Suro Bulus, Parodi Satire Ketoprak Rakyat

Lakon carangan "Suro Bulus" yang merupakan manifestasi perlawanan masyarakat tradisi terhadap kejahatan korporasi tambang

DRAS SUMUNAR, Tetet Srie WD

Pagelaran "Serat Dras Sumunar" karya Tetet Srie WD di Roemah Martha Tilaar Gombong

Dewa Ruci

Pentas wayang dengan lakon "Dewa Ruci" dalam Festival Dalang Anak di Banjarnegara. Tiga dari empat dalang cilik Kebumen sabet juara [Foto:AP]

Senin, 28 Maret 2016

Sejak Kapan 27 Maret Menjadi Hari Teater Sedunia?

 
Hari ini, Minggu 27 Maret 2016 dirayakan sebagai hari Teater Sedunia. Awalnya, International Teater Institute (ITI) pada tahun 1961 mencetus tanggal 27 Maret sebagai Hari Teater sedunia. ITI sendiri adalah organisasi seni teater terbesar di Dunia, yang berada dibawah UNESCO dan berpusat di Paris. Awalnya, misi yang dibawa dalam hari teater sedunia ini adalah perdamaian, melalui seni dan panggung pertunjukan. Hingga saat ini, informasi terhimpun menyebutkan bahwa tanggal 27 Maret yang dipilih adalah hasil pemilihan acak.

Dirjen Unesco saat itu, Irina Bokova meyakini bahwa teater memiliki kekuatan untuk memenuhi itu. Teater bisa menggerakkan, menginspirasi, hingga mengajarkan lewat cara yang tidak bisa dilakukan oleh seni lain. Oleh sebab itu, pesan perdamaian dunia disampaikan lewat teater mulai hari itu. Tahun 1962, pada tanggal yang sama (27 Maret) sosialisasi Hari Teater Sedunia dimulai keseluruh dunia.

Di Indonesia, gaung hari teater sedunia juga sudah terasa sejak tahun 1990-an. Beberapa tempat di Indonesia juga menggelar event, pementasan atau diskusi tentang teater dalam memperingati hari teater sedunia. Apakah anda atau grup teater anda menggelar acara terkait hari teater sedunia? 

Semoga, hari teater sedunia bisa menjadi momentum untuk kebangkitan seni teater di Indonesia. Salah satu Pekerjaan Rumah terbesar adalah bagaimana menjadikan seniman teater berkehidupan layak, sehingga profesi sebagai seniman atau pelaku teater tidak ditinggalkan oleh pecintanya. 


Sumber: PojokSeni  

Sabtu, 26 Maret 2016

Rock-Painting dan Kontes Fotografi Kebumen

SENI BATUAN: Seni Batuan Suiseki dan Lukis Batuan Kebumen diangkat dalam event Suiseki & Rock Painting Photography Contest 2016

Di tengah surutnya pamor batuan lokal, beberapa gemstoner Kebumen menggelar event Suiseki Rock Painting & Photography Contest 2016, yang dihelat selama 2 hari, mulai 26-27 Maret 2016. Purba Artstone yang memprakarsai perhelatan di Balai Kelurahan Kebumen secara mandiri  meyakini upaya mengangkat seni batuan lokal seperti ini tak cukup dengan latah mengikuti trend dan booming akik saja.

Ketua Panitia Putut Agus yang dikenal sebagai pelukis dengan keunikan memanfaatkan batuan dan daun kering sebagai media seninya, tak mau larut dalam pengaruh trend. Itu sebabnya, perhelatan 2 hari ini juga disertai sessi lomba mewarnai gambar untuk anak-anak di hari kedua (27/3). Lomba mewarnai dibagi dalam 3 kelompok tingkat usia: PAUD-KB, TK  dan siswa SD klas 1 dan 2.

Usai pembukaan Suiseki Rock Painting & Photography Contest 2016 dilangsungkan sessi Workshop yang diikuti oleh 26 peserta, terdiri dari para pendidik dan masyarakat umum. Di bawah panduan Putut Agus para peserta melukis batu dengan materi warna yang seluruh bahannya disiapkan oleh panitia. Keseluruhan hasil dari workshop ini dikonteskan kemudian diambil 3 terbaik dan diberikan hadiah uang. Masing-masing sebesar Rp. 400 ribu, Rp. 300 ribu dan Rp. 200 ribu. 


Kontes Fotografi

Tak kurang dari 70-an fotografer mengikuti ajang Kontes Fotografi Batuan Suiseki dan Biseki yang dipajang panitia di pendopo Kelurahan Kebumen. Panitia juga melibatkan 2 model cantik asli Kebumen melengkapi obyek pengambilan gambar. Menurut Pitra Suwita, salah satu panitia yang mengkoordinir registrasi menjelaskan bahwa peserta kontes fotografi ini datang dari Purworejo, Magelang, Yogyakarta, Purwokerto dan Kebumen sendiri.

Di bawah panduan Madar Sud sessi pemotretan dibagi dalam 2 lokasi. Yakni di ruang pamer rock-painting di Hotel Grand Putra dan di tengah pendopo kelurahan dengan set batu suiseki-biseki yang disediakan panitia. Dan di masing-masing lokasi pemotretan disertakan seorang model.

Peserta Kontes Fotografi nampak antusias mengikuti seluruh sessi yang diprasyaratkan. Hasil dari sessi pemotretan ini akan dinilai oleh dewan yuri yang terdiri dari Bagus Handoko (Fotografer Jogja), Bambang Indrajit dan Ondo Supriyanto (Kebumen).  Dewan yuri akan memilih 3 karya foto terbaik dan panitia menyediakan hadiah masing-masing Rp. 1.000.000,- dan Rp. 750.000,- serta Rp. 500.000,-

Ajang Suiseki Rock Painting & Photography Contest 2016 ini murni digelar atas prakarsa kalangan pecinta batuan Kebumen. Menurut Bambang Indrajit yang selama ini aktif mempromosikan batuan Kebumen, melihat bahwa upaya mengangkat potensi seni batuan Kebumen tak boleh berhenti pasca booming saja. Untuk itu dia menggalang jejaring dengan fihak-fihak yang memiliki kapasitas, sumber daya dan kepedulian untuk mengangkat potensi seni batuan lokal Kebumen.

“Event ini sendiri mendapat support dari pengusaha nasional yang justru berdomisili di luar Kebumen” papar Bambang Indrajit. Dia menambahkan bahwa event seni batuan ini bakal digelar kembali September mendatang. 

Jumat, 18 Maret 2016

Sastra dan Pikiran Tertutup


M Aan Mansyur 
Pustakawan
18 Mar 2016

Photo by Mathieu Nicolet

Ketidakpastian adalah racun bagi pikiran manusia. Sejak kecil, kita menentang ambiguitas. Kita selalu ingin menemukan jawaban yang masuk akal atas pertanyaan yang membingungkan. Ketika berhadapan dengan ambiguitas tinggi dan jawaban yang kurang jelas, kita merasa tidak nyaman dan tidak aman. Kondisi semacam itu adalah hal biasa, alamiah, dan bukan masalah luar biasa.

Jika setuju dengan pernyataan di atas, Anda mungkin termasuk orang yang tidak senang diombang-ambing gelombang bimbang. Salah satu ciri orang yang tidak tahan berada dalam ketidakpastian adalah mudah percaya akan pernyataan orang lain. Banyak orang lebih memilih menjatuhkan diri ke dalam sumur pikiran sempit agar bisa menjauhkan kepalanya dari kebingungan.

Kita dengan mudah bisa menyaksikan orang-orang semacam itu di televisi, koran, Internet, atau di mana pun di sekitar kita. Tidak peduli betul atau salah, orang menjadi terburu-buru memberi penilaian, gampang mengambil keputusan, dan tergesa-gesa percaya akan berita atau rumor.

Kenapa mereka melakukan tindakan-tindakan konyol semacam itu? Jawabannya: mereka tidak ingin berlama-lama berada dalam kebingungan.

Orang yang tidak nyaman pada kebimbangan juga akan susah mengubah keyakinan yang terlanjur mereka pilih, meskipun mereka tahu itu salah. Mereka tidak ingin kembali masuk ke dalam kebimbangan.

Sekarang, bayangkan sebuah negeri yang dipenuhi manusia seperti itu. Anda akan segera bisa melihat bahwa ketidaknyamanan pada ketidakpastian bisa berubah menjadi masalah yang luar biasa, atau mimpi buruk yang hebat.

Arie Kruglanski memperkenalkan istilah cognitive closure untuk menjelaskan keingintahuan seseorang untuk mencapai jawaban tegas atas pertanyaan yang membingungkan dan keengganan berdiam dalam ambiguitas. Bersama Donna Webster, pada 1994, psikolog sosial ini juga memperkenalkan cara standar untuk mengukur kebutuhan cognitive closureseseorang.

Para psikolog sering menyebutnya Need for Cognitive Closure Scale. Dengan menggunakan skala yang sudah dirancang sedemikian rupa, kita bisa mengukur seberapa tinggi atau rendah ketidaknyaman seseorang pada kondisi membingungkan.

Orang yang memiliki kebutuhan penutupan kognitif yang tinggi cenderung mudah memberi penilaian dan mengambil keputusan. Mereka gampang percaya pada pernyataan orang lain, berpikiran tertutup, dan sulit menerima pikiran-pikiran baru.

*

Betulkah penyakit pikiran sempit tidak bisa disembuhkan?
Saya punya kabar baik buat Anda yang merasa menderita penyakit ini. Beberapa bulan lalu, Creativity Research Journal memuat hasil penelitian tiga ilmuwan dari University of Toronto, Kanada, yang dipimpin oleh seorang psikolog, Maja Djiki. Berdasarkan penelitian mereka, obat penyakit pikiran sempit sesungguhnya murah dan mudah. Dengan membaca karya fiksi bermutu, orang bisa terhindar dan terlepas dari gangguan rasa tidak nyaman akan ketidakpastian. Begitulah kesimpulan penelitian mereka.

Untuk penelitian tersebut, 100 mahasiswa dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok diminta memilih satu esai di antara delapan pilihan esai yang ditulis oleh orang-orang terhormat seperti George Bernard Shaw dan Stephen Jay Gould. Kelompok kedua diminta memilih dan membaca satu cerita pendek. Cerita-cerita pendek itu ditulis oleh penulis ternama seperti Wallace Stegner, Jean Stafford, dan Paul Bowles.

Setelah membaca esai atau cerita pendek, peserta mengisi survei untuk mengukur kebutuhan mereka akan kepastian dan stabilitas. Hal ini menggunakan model pengukuran Need for Cognitive Closure Scale yang diperkenalkan Kruglanski.

Studi ini menemukan bahwa mahasiswa yang membaca cerita pendek memiliki skor lebih rendah daripada mereka yang membaca esaiyang berarti mereka kurang bermasalah pada ketidakpastian. “Paparan karya sastra dapat menawarkan cara bagi seseorang untuk lebih berpikiran terbuka,” kata Djiki.

Di akhir artikel mereka, ketiga ilmuwan ini menyarankan agar institusi pendidikan memberikan porsi yang lebih besar atas seni dan humaniora. Membaca karya sastra, menurut para ilmuwan tersebut, bisa membuat seseorang memiliki cakrawala pikiran yang lebih lapang dan membantu mereka untuk bisa menyelami dan menerima perspektif orang lain. Mereka pun menjadi lebih kreatif dalam mengambil keputusan. Ilmu lain tidak mampu melakukan hal semacam ini.

Sesungguhnya hal yang sama sudah diingatkan oleh Konfusius pada 500-an SM. Dia mengatakan, “Tidak peduli seberapa sibuk kamu pikir dirimu, kamu harus menemukan waktu untuk membaca, atau kamu menyerahkan dirimu untuk dipilih oleh kebodohan.” Itulah sebabnya orang-orang Yunani Kuno, apa pun profesi mereka, sejak kecil membaca dan mencintai karya-karya Homer.

Atau, jika Anda pernah membaca seri A Song of Ice and Firekarya yang mungkin Anda lebih kenal karena serial televisi Game of Thrones, melalui tokoh Jojen Reed di seri terakhirnya, A Dance with Dragons, George R. R. Martin mengatakan, “Reader lives a thousand lives before he dies. The man who never reads lives only one.

*

Demi menunjukkan keindonesiaan saya, sebelum menutup tulisan ini, saya harus menyampaikan minimal satu kabar buruk. Di negeri ini, kabar buruk selalu lebih penting dibanding dengan kabar baik.

Kabar buruknya: pemerintah sedang melakukan usaha yang sangat dahsyat untuk membuat kita tetap menjadi manusia yang tidak nyaman atas ketidakpastian dan ambiguitas. Pemerintah ingin kita tetap menjadi manusia berpikiran tertutup seperti mereka.

Jika Anda tidak percaya, lihatlah pelajaran atau kurikulum sekolah adik atau anak-anak Anda. Hampir tidak ada, untuk tidak mengatakan tidak ada, ruang yang bisa membuat mereka menjadi manusia berpikiran terbuka.

Maka, sekarang, bertanyalah kepada diri Anda: apa kabar masa depan?

*

Terakhir, tanpa tambahan komentar apa pun, saya hendak mengutip hasil dari satu penelitian berikut ini:
Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), yang dipimpin Prof Dr Bambang Pranowo—yang juga guru besar sosiologi Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, pada Oktober 2010 hingga Januari 2011, mengungkapkan hampir 50% pelajar setuju tindakan radikal. Data itu menyebutkan 25% siswa dan 21% guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,8% siswa dan 76,2% guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia.  Jumlah yang menyatakan setuju dengan kekerasan untuk solidaritas agama mencapai 52,3% siswa dan 14,2% membenarkan serangan bom.

Sumber: Qureta.Com