Ketoprak Dangsak

Pentas Ketoprak Dangsak "Reksa Mustika Bumi" kolaborasi Cepetan Alas dengan Ketoprak. Pentas ini digelar DKD Kebumendi PRPP Jateng [Foto:AP]

Lengger Banyumasan

Pementasan seni tradisi lengger dari Dariah; tokoh legendaris"Lengger Banyumasan"

Suro Bulus, Parodi Satire Ketoprak Rakyat

Lakon carangan "Suro Bulus" yang merupakan manifestasi perlawanan masyarakat tradisi terhadap kejahatan korporasi tambang

DRAS SUMUNAR, Tetet Srie WD

Pagelaran "Serat Dras Sumunar" karya Tetet Srie WD di Roemah Martha Tilaar Gombong

Dewa Ruci

Pentas wayang dengan lakon "Dewa Ruci" dalam Festival Dalang Anak di Banjarnegara. Tiga dari empat dalang cilik Kebumen sabet juara [Foto:AP]

Senin, 02 Maret 2020

Anti Lietrasi atawa Tidak Laku?


Darwati Utieh


HORISON tercatat majalah sastra berpengaruh di Indonesia. Di tahun 1970-an siapa pun seniman yang hendak diakui sebagai "sastrawan nasional" paling tidak pernah sekali karya mereka nongol di majalah ini entah puisi, cerpen, esai, atau naskah drama. Meski dalam perjalanan waktu kesan demikian pelan-pelan luntur namun tetap saja orang bernafsu setidaknya sebiji puisi mereka bisa terpacak di Horison sebagai bukti dokumentasi kepenyairan mereka.

Terbit pertama kali Juli 1966 sebagai "majalah sastra....yang kami harap cukup bermutu," seperti ditulis Mochtar Lubis, penanggung jawab majalah itu, dalam kata pengantar. 

Mochtar rasanya harus bergembira sejauh menyangkut mutu harapannya benar-benar mustajab. Edisi perdana hanya terbit 34 halaman kertas koran termasuk sampulnya. Bila diukur dari "selera pasar" format majalah ini rada susah menggoda pembeli umum.

Juli 2016, setengah abad kemudian, Horison telah berubah bentuk dalam segala hal baik kualitas kertas, rubrikasi, maupun sampul yang kian meriah.Tapi tiba-tiba Taufiq Ismail, salah seorang pendiri, menulis pengantar mengagetkan 
"....Horison cetak beralih ke Horison online mulai 1 Agustus 2016". Keputusan tersebut, tulisnya, berdasar pertimbangan pembiayaan dan kemajuan dunia penerbitan digital. Dengan kata lain edisi Juli itu adalah edisi terakhir Horison cetak.
Horison telah melakukan beragam upaya memikat pembaca. Mereka bekerja sama dengan Depdikbud mendistribusikan majalah ini ke seluruh sekolah menengah di Indonesia juga memasyarakatkan sastra di sekolah dan kampus. 

Hasilnya? Jauh dari keseimbangan neraca rugi-laba. Taufiq pun mengutip hasil pertemuan sastra sejagat di Rotterdam, Belanda, 2013, dimana-mana majalah sastra, demikian kesimpulan mereka, memang TIDAK LAKU.

Yang unik karya sastra justru menjadi bestseller di banyak benua. Novel sering meledak bahkan mengagetkan penulisnya. Mereka terkenal dan menjadi kaya terkadang hanya dengan satu novel saja. Publisher top saling senggol demi mendapatkan hak penerbitan. 

Para pengamat memuji karya mereka sebagai unik, tema cerita belum pernah disentuh penulis lain, bahasa mereka luar biasa memukau. Tapi mengapa karya sastra laku sedang majalah sastra tidak?