·
Catatan workshop ke 14 Teater Gerak
WORKSHOP: 10 peserta workshop Teater Gerak angkatan ke-14, usai memanggungkan hasilnya, Minggu (15/12) di auditorium kampus IAINU Kebumen. - Foto: K.04
Meski tak mudah merintis upaya berkesenian dan
menjadikannya sebagai tradisi kolektif yang tak putus, namun bagi kelompok
Teater Gerak yang usai menggelar workshop tahunannya ke-14; tradisi
pembelajaran itu pun telah dilampauinya.
Kelompok teater kampus ini, yang boleh jadi, dimudahkan
oleh resources internal dari kalangan mahasiswa yang slalu
bersalin rupa seiring angkatan tahun akademiknya. Tetapi menumbuhkan animo 2
kelompok dari 10 peserta hingga usai melewati 3 hari pembelajaran, untuk
kemudian membangun keberanian menggarap suatu pertunjukan; sungguh bukan
perkara mudah.
Fase ini pun terlampaui dalam 3 hari sejak Jumat (13/12).
Dan pada Minggu (15/12) menjadi momentum kedua kelompok mempertunjukkan hasil dari
proses kolektifnya di auditorium IAINU. Ada 2 repertoar pendek yang disajikan dalam
rupa drama konvensional.
Pendekatan teori yang memuat 3 aspek: penyutradaraan
(pemateri Putut AS), keaktoran (Syahid Elkobar) dan artistik (perupa
Supriyanto) menjadi bahasan refleksi kecil seusai pentas malam itu.
Spiritualitas dan
keberlanjutan
Tradisi workshop
teater Gerak barangkali memang diproyeksikan untuk menjawab problem kaderisasi
berkesenian teater di lingkup kampus. Namun ada filosofi mendasar dikemukakan
pendirinya yang malam itu berada di penghujung pelatihan.
Mustolih Brs mensitir bahwa apa yang mendasar, dan
pertama-tama, dilampaui para peserta adalah keberanian untuk “mengelupas
realitas” dari kemelekatannya di dalam pikiran manusia. Memerdekakan pikiran
dari kungkung masa lampau, realitas kekinian dan ketakmenentuan esok; adalah “investasi”
terpenting dalam berkarya.
Itu sebabnya bermain seni peran menjadi penting dan
memungkinkan talent memahami, dan
bahkan mereaktualisasi, keberadaan orang lain yang seringkali dianggap liyan; berikut situasi yang
membentuknya. Dalam disiplin humaniora, nilai dan syarat ini yang mendasari
prinsip-prinsip toleransi.
Bicara harmonisasi kehidupan tak bisa lepas konteks dari
ini semua. Dan realitas yang “dikelupas” dari kemelekatannya di dalam pikiran,
menjadi narasi panggung dan mengalirkan pesan-pesannya.
Malam itu pun menjadi perekat apresiasi menarik, terlebih
karena muncul pula tantangan dari pemateri bagi panitia workshop buat menyajikan repertoar yang dikemas singkat dengan
perspektif berbeda; meskipun yang muncul adalah drama dengan model yang sama.
[ap]
jeetwin jeetwin 온라인카지노 온라인카지노 クイーンカジノ クイーンカジノ 제왕카지노 제왕카지노 クイーンカジノ クイーンカジノ 449
BalasHapus