Ketoprak Dangsak

Pentas Ketoprak Dangsak "Reksa Mustika Bumi" kolaborasi Cepetan Alas dengan Ketoprak. Pentas ini digelar DKD Kebumendi PRPP Jateng [Foto:AP]

Lengger Banyumasan

Pementasan seni tradisi lengger dari Dariah; tokoh legendaris"Lengger Banyumasan"

Suro Bulus, Parodi Satire Ketoprak Rakyat

Lakon carangan "Suro Bulus" yang merupakan manifestasi perlawanan masyarakat tradisi terhadap kejahatan korporasi tambang

DRAS SUMUNAR, Tetet Srie WD

Pagelaran "Serat Dras Sumunar" karya Tetet Srie WD di Roemah Martha Tilaar Gombong

Dewa Ruci

Pentas wayang dengan lakon "Dewa Ruci" dalam Festival Dalang Anak di Banjarnegara. Tiga dari empat dalang cilik Kebumen sabet juara [Foto:AP]

Sabtu, 30 Januari 2016

Bersua Keindahan Bersama ‪#‎Sapa‬ Wani

Oleh : Abdul Aziz Rasjid, Cilacap
Pertunjukan seni itu bertajuk Sapa Wani. Sejak dimulai dari tahun 2012 silam, pertunjukan seni itu telah digelar 11 kali dengan rentang 2 atau 3 bulanan. Berbagai pertunjukan seni, baik sastra-rupa-musik-tari, digelar secara cuma-cuma lantas diapresiasi secara terbuka. 
Tapi, tujuan besar Sapa Wani lebih dari itu.
Sapa Wani adalah ruang yang berupaya merangkul seniman untuk guyub menggeliatkan kegiatan seni di Kabupaten Cilacap. Sebagai sebuah ruang berkegiatan, menurut Koordinator Sapa Wani, Bambang Listiyono, pangkal kehadirannya bermula dari sebuah keresahan. Terkait antar pelaku seniman di Cilacap yang dipandang jarang saling berbaur sehingga aneka khasanah kesenian tidak timbul untuk saling bertaut memperkaya kreatifitas.
"Keresahan itu, saya alami sejak tahun 2010. Saat itu, untuk berdialog terkait seni dan budaya di Cilacap harus mengetuk satu pintu rumah seniman ke pintu yang lain. Tapi di media sosial, saya mengamati dialog antar seniman terjalin luwes. Lalu muncul gagasan perlunya ruang bersama yang titik tekannya menampilkan karya untuk kemudian saling diapresiasi," terang Bambang pada Radar Banyumas di sela-sela pertunjukan seni Sapa Wani #11, Sabtu (30/1) di Pendopo Kecamatan Cilacap Utara.
Karena bertitik tekan pada publikasi karya seni itulah, tajuk Sapa Wani dipilih. Tapi tak berhenti sekadar publikasi, Sapa Wani juga dikembangkan sebagai ruang mempererat jaringan antar seniman Cilacap dengan seniman daerah-daerah lain. Lokasi pertunjukan yang dipilihpun diusahakan berada di ruang publik agar warga dapat pula merasakan keasyikan dan kreatifitas pelaku seni.
"Seperti malam ini misalnya (Sabtu, 30/1-red), Sapa Wani mempertemukan kelompok musik tradisi Soegar Kawoeng, Dayeuhluhur dengan kelompok musik tradisi dari Surakarta, Rasamaya. Selain itu juga ada kelompok tari dari HMJ Tari ISI Yogyakarta," imbuh Bambang.
Sapa Wani, seperti diakui sendiri oleh Dalang Tejo, yang menjadi penuntun pertunjukan malam itu menyatakan dikelola secara swadaya. Meski begitu, bukan berarti pertunjukan seni lantas ditampilkan apa adanya. Acara yang diawali dengan waosan bersama Serat Wulangreh karya Pakubuwana IV yang penuh himbauan moral justru menimbulkan situasi kebersamaan yang bersahaja.
Malam itu, HMJ Tari ISI Yogyakarta juga menarik perhatian dengan memainkan tari berjudul "kelebon" yang studi geraknya dikembangkan dari seni tradisi Tari Angguk yang pernah populer di Cilacap bertahun-tahun silam. Sedang alunan musik dari Soegar Kawoeng dan Rasamaya juga mempertebal suasana ngelangut diantara bau tanah yang baru disiram rintik hujan.
"Mengenang Sapa Wani #1, dilaksanakan di Lapangan Krida Nusantara Gumilir Cilacap Utara. Saat itu pembacaan puisi oleh Penyair dari Cilacap, Badruddin Emce juga ada percussion," terang Bambang.
Mengapresiasi Pertunjukan seni Sapa Wani kali kesebelas, Penyuluh/Pamong Budaya Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Imam Hamidi Antassalam menyatakan bangga karena geliat kesenian di Cilacap menjadi terjaga. Baginya Sapa Wani telah berhasil menjadi ruang yang cair, tanpa sekat perbedaan jenis seni. Sapa Wani juga ia katakan bisa jadi ruang edukasi tentang sosial dan kebudayaan melalui pertunjukan seni.
"Konsistensi yang terjaga, itu yang saya salut," kata Hamidi yang ikut berkumpul malam itu.
Pada akhirnya, konsistensi Sapa Wani memang menyumbang peran bahwa wacana tentang seni tetap ada di ruang hidup masyarakat Cilacap. Di dunia kesenian, seperti ditunjukkan Sapa Wani, masyarakat akan bersua dengan pengalaman tentang keindahan. Di sanalah pula masyarakat akan melihat bagaimana kreativitas juga imajinasi menjelma komunikasi yang berlangsung sebagai empati, baik di antara sesama seniman juga warga yang berbeda usia, sejarah juga latar belakang budaya. (ziz)
(Catatan ini di muat Harian Radar Banyumas, Senin-01/02/2016)

Rabu, 20 Januari 2016

Pengukuhan Pengurus DKD Kebumen 2015-2020

Kepengurusan Baru DKD Kebumen:
“KEBUMEN KUDU TAMBAH MAEN”

Assalamu’alaikum Wr Wb

Yang terhormat, Penjabat Bupati Kebumen Drs. H. Arief Irwanto, MSi;
Yang saya hormati, Sekda Kebumen H. Adi Pandoyo, SH, MSi;
Yang saya hormati, seluruh jajaran SKPD Kabupaten Kebumen;
Yang saya hormati, seluruh jajaran Muspida Kabupaten Kebumen;
Yang saya hormati, seluruh tamu undangan yang berbahagia..

Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadlirat Alloh yang telah melimpahkan rahmatNya kepada kita, sehingga pada kesempatan yang baik ini kita dapat bertemu tanpa kurang suatu apa.
Sholawat serta salam kita haturkan pada nabi agung Muhammad SAW, yang senantiasa kita harapkan syafa’atnya kelak di yaumil qiyamah; amiin..  

Bapak Pj Bupati Kebumen beserta seluruh hadirin yang berbahagia,
Merupakan kehormatan yang membahagiakan bagi saya, pada malam hari ini diberi kesempatan untuk berbicara pada forum yang terhormat ini.
Sebelumnya ijinkan saya menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Penjabat Bupati Kebumen yang pada malam hari ini Rabu Wage/ Kamis Kliwon 20 Januari 2016; telah berkenan mengukuhkan kepengurusan DKD Kab. Kebumen masa bhakti periode 2015-2020 hasil Musda DKD Kab. Kebumen tanggal 30 Mei 2015 yang lalu.

Ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya juga saya sampaikan kepada teman-teman panitia penyelenggara dan semua pihak yang tidak kami sebutkan satu persatu, yang telah membantu terselenggaranya acara pengukuhan malam hari ini.
Semoga budi baik yang telah diberikan akan tercatat sebagai ibadah, yang mendapatkan pahala dari Alloh SWT.

Seluruh hadirin yang berbahagia,
Pada kesempatan ini, sesuai mekanisme organisasi, maka setelah dikukuhkan kami menetapkan dewan pembina Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Kebumen sebagai berikut:

Dewan Pembina DKD Kab. Kebumen terdiri dari:
Ketua : Ki Basuki Hendro Prayitno
Anggota dewan pembina DKD Kab. Kebumen
H. Buyar Winarso, SE;
Drs. HM.Dawamudin Masdar, M.Ag;
Drs.Abduh Hisyam, M.Ag;
Ahmad Marzuki, ST;
H. Khayub Moh. Lutfi, SE;
Dr. Bambang Gunawan, SPOg;

Pj Bupati dan seluruh hadirin yang berbahagia,
Pada pembukaan Kongres Kesenian Indonesia ke III yang berlangsung tanggal 1-5 Desember 2015 di Bandung; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Bawesdan menyampaikan bahwa sebaiknya mulai kini peran Negara dalam menumbuhkan kesenian berlaku sebagai fasilitator. Dengan demikian akan terbuka ruang kreatif yang seluas-luasnya bagi pelaku kesenian.

Kemudian dari 9 butir rekomendasi yang dihasilkan dari Konggres Kesenian Indonesia ke III tersebut diantaranya adalah: mendorong sinergitas kelembagaan pemerintah untuk lebih memperhatikan kesenian berkaitan dengan politik anggaran yang transparan sekaligus proporsional.
Mendesak dibentuknya perundang-undangan nasional hingga daerah yang menjamin tumbuh semainya kesenian di Nusantara secara berkelanjutan.

Bapak Pj Bupati dan hadirin yang berbahagia,
Munculnya point rekomendasi ini karena kesenian di negeri ini sudah terlalu lama dibiarkan mencari jalan rekah secara mandiri.
Hal ini disuarakan oleh para pegiat seni dari kalangan sastrawan/ perupa/ musisi, pusat dokumentasi seni serta dari Dewan Kesenian Daerah.

Sekedar mengingat kembali, Dewan Kesenian Daerah (DKD) yang dibentuk berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No.: 5A Tahun 1993, 23 tahun yang lalu, sudah terlalu lama dan hingga saat ini belum ada dasar pertimbangan yang terbaru dari pemerintah.
Karena rentang 23 tahun tersebut, sudah barang tentu banyak yang terlewatkan beberapa hal yang diamanatkan pada Instruksi Menteri Dalam Negeri tersebut. Seperti misalnya fasilitas untuk pengembangan kesenian dan anggaran.

Seperti DKD Kebumen yang pada tahun anggaran 2015 yang lalu tidak mendapatkan kucuran dana dari pemerintah, karena terkendala aturan penyaluran dana yang menggunakan dana hibah.
Akan tetapi meskipun tanpa adanya bantuan dari pemerintah, DKD Kebumen pada tahun 2015 tetap melaksanakan kegiatan melestarikan seni dan budaya daerah di Kabupaten Kebumen, seperti:

Bekerjasama dengan Ratih TV Kebumen menyelenggarakan acara Pawartos Kebumen yaitu berita berbahasa Jawa;
Bekerjasama dengan Ratih TV Kebumen menyelenggarakan acara SSK berbahasa Jawa setiap hari Kamis sore;
Yang terbaru bekerjasama dengan Ratih TV Kebumen menyelenggarakan acara Prasaja yaitu acara ngudarasa dengan bahasa Jawa;
Mengirimkan kontingen Dalang Bocah ke Banjarnegara dan berhasil menjadi Juara 1, 2 dan Harapan 3; tingkat Jawa Tengah dan DIY;

Bapak Ibu hadirin yang berbahagia,
Dengan mencermati hal tersebut maka jelaslah bahwa untuk pengembangan lesenian diperlukan sinergitas kelembagaan pemerintah untuk lebih memperhatikan kesenian berkaitan dengan politik anggaran yang transparan sekaligus proporsional. Juga adanya perundang-undangan nasional hingga daerah yang menjamin tumbuh semainya kesenian di Nusantara secara berkelanjutan. Sehingga turut berperan dalam pembangunan manusian Indonesia seutuhnya.

Maka dengan pengukuhan Pengurus Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Kebumen malam ini akan menyegarkan kembali ingatan kita tentang beberapa hal yang dibutuhkan untuk pengembangan kesenian.
Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Kebumen berdasarkan SK Bupati Nomer 556/459/KEP/2015 tanggal 6 Agustus 2015 mengemban amanat diantaranya:

-    Menginventarisasi, menggali dan memadukan segenap potensi seni dan budaya daerah dengan memperhatikan karakteristik seni dan budaya local;
-    Memajukan, memelihara dan melestarikan seni dan budaya daerah dalam rangka pembentukan kebudayaan nasional;
-    Meningkatkan kualitas pembinaan dan pengembangan seni dan budaya daerah di Kabupaten Kebumen;
-    Numbuh kembangkan wawasan ketahanan nasional di bidang seni dan budaya;
-    Mengadakan koordinasi antara instansi terkait dan Dewan Kesenian Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia, serta lembaga swadaya masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam pengembangan dan pelestarian seni dan budaya daerah.

Untuk dapat melaksankan tugas-tugas tersebut dengan sebaik-baiknya tentu saja kami Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Kebumen masa bhakti 2015-2020 memerlukan fasilitas dan sarana pendukung yang harus terpenuhi, diantaranya dukungan pendanaan yang konsisten proporsional. Dan tempat sekretariat yang mandiri, yang tidak sekedar menumpang di SKPD tertentu, karena hal tersebut hanya akan menghambat kinerja dari kedua belah pihak.

Pj Bupati dan seluruh tamu undangan yang terhormat,
Terpenuhinya seluruh kebutuhan Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Kebumen masa bhakti 2015-2020 tersebut, menjadi tolok ukur kesungguhan pemerintah daerah Kabupaten Kebumen di dalam mengembangkan dan memajukan aktivitas kesenian di Kebumen.

Pj Buoati dan hadirin yang terhormat,
Demikian yang dapat saya sampaikan. Akhirnya kami Pengurus Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Kebumen masa bhakti 2015-2020 mohon dukungan dan doa restu untuk dapat mengemban amanat ini dengan sebaik-baiknya. Mohon maaf bila ada tutur kata yang kurang berkenan.

“Kebumen Kudu Tambah Maen”; Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Dewan Kesenian Daerah Kab. Kebumen | Ketua Umum

[Pekik Satsiswo Nirmolo]


Jumat, 15 Januari 2016

Saut Situmorang vs Denny JA dan Politik Kebudayaan


Ranang Aji | 15 Januari 2016
ilustrasi: Locita.Co
Saut Situmorang dan Denny JA. Nama keduanya merupakan sastrawan Indonesia. Setidaknya seperti itu keadaannya bila dicermati dari yang terlihat. Ke duanya juga memiliki ambisi-ambisi tertentu, bila sekali lagi kita cermati ke duanya melalui apa yang telah mereka tulis. Baik dalam karya atau status di media sosial.
Saut Situmorang, penyair yang berambisi secara ideologis menempatkan sastra sebagai perlawanan terhadap basis idelogi tertentu (cenderung Marxisme). Meskipun karya-karya sastranya (puisi) lebih banyak berbicara perihal eksistensi manusia (mungkin saya salah), seperti halnya karya-karya sastra lain saat ini. Demikian pula Denny JA (yang belum 10 tahun bersastra, mungkin saya juga salah) -memperlakukan sastra sebagai alat perjuangan yang ia sebut sebagai melawan keadaan Indonesia dalam konteks pemikiran sosial yang bebas.
Saut Situmorang, mungkin adalah pribadi yang berisik namun jujur -mungkin juga keras kepala ketika merasa pada jalan yang benar. Sementara, Denny JA adalah pribadi yang ingin berkuasa dengan kebebasan yang didesain secara politis dan kekuatan modal.
Kasus perseteruan ke duanya, adalah pertarungan eksistensi. Petempuran yang memperkarakan siapa harus bertahta pada menara gading sastra Indonesia. Tentu, bukan soal yang remeh temeh. Karena eksistensi itulah kemudian yang menjadikan arah perilaku kebudayaan Indonesia akan seperti apa.
Sastra, mungkin terlihat kecil dalam ukuran penikmat, namun, sastra adalah panglima kebudayaan yang sakti mandraguna. Pemikiran-pemikiran di dalamnya akan membangun sebuah peradaban, perilaku yang menyebar sebagai propaganda dan mimetika di dalam masyarakat.
Raul Capote, misalnya, untuk beberapa kalimatnya yang menjatuhkan citra politik Kuba, mengaku akan dibayar 10 ribu dolar Amerika Serikat oleh agen CIA di tahun 1980-an di dalam novelnya. Demikian pula beberapa penyair Indonesia yang mengaku dibayar Denny JA untuk membuat puisi esai seperti Ahmadun Yosi Herfanda. Hal ini, tentu mengingatkan kita betapa pentingnya sastra dalam membentuk perilaku dan lingkungan masyarakat.
Melihat pertarungan Saut Situmorang dan Denny JA, sesungguhnya memaksa kita melihat dan mengenang pertarungan dua kredo seni di masa 1960-an, antara Seni untuk Rakyat dan Seni untuk Seni. Meskipun tak sama sistuasi dan kaualitasnya. Dua perdebatan yang sebenarnya merupakan perpanjangan wacana dalam pertarungan dua ideologi dunia ketika pemikiran antara humanisme universal (kapitalisme-sosialisme dan iluminati) melawan sosialisme-komunisme bermula.
Ketika itu, di Indonesia, Lekra, merupakan organisasi kebudayaan yang dominan yang secara jujur menempatkan kredo seni sebagai alat bagi perjuangan membentuk karakter bangsa. Seni untuk Rakyat. Maka bentuk realisme sosialis adalah persis seperti yang dimazabkan Marxim Gorky dari Rusia. Realisme Sosialis menjadi kitab yang mudah dicerna masyarakat dengan model uslub yang integral. Dengan itu, masyarakat akan mudah memahami dan terdoktrin.
Maka, Pramudya Ananta Toer menulis realisme dengan gamblang namun tidak gampangan seperti halnya karya-karya John Steinbeck dari Amerika Serikat di tahun 1930-an. Karya-karyanya dengan detail memikat dan plot serta karakter yang kuat. Kita mengakui, hingga saat ini, Pram merupakan salah satu sastrawan terbesar yang ada di abad 20 dan 21di Indonesia.
Pada era yang sama, beberapa pemuda yang genial, Goenawan Muhamad, Arif Budiman serta beberapa seniman lain seperti Taufik Ismail tiba-tiba muncul dan melahirkan Manifesto Kebudayaan (Manikebu). Mereka datang dengan membawa bendera humanisme universal untuk melawan Seni untuk Rakyat.
Seni untuk Seni. Sebagai antitesis Seni untuk Rakyat. Seni yang mengaku membebaskan diri dari tendensi politik. Sebelumnya, di Amerika Jackson Pollock, seorang perupa tiba-tiba menjadi wabah dunia dengan lukisan abstrak-ekspresionismenya yang diback-up Galeri Nasional Amerik Serikat. Sebuah karya yang benar-benar menampilkan kesan esoterisme. Kelak, kemudian hari, Jackson Pollock disebut sebagai alat bagi CIA untuk menyebarkan wabah isme ini demi melawan kebudayaan realisme-sosialis.
Karya-karya Seni untuk Seni ini lahir dengan liris, penuh gugatan atas eksistensi kemanusiaan yang merasa tak bebas berkehendak. Persoalan makro kosmos diturunkan dan dipusatkan menjadi entitas mikro ‘aku’. Sebagain karya lahir memang indah dan gagah dengan struktur kalimatnya yang terbentuk. Sebagian lagi tak berisis apa-apa. WS Rendra, kemudian menyindir para sastrawan itu sebagai penyair-penyair salon yang egois.
AKU BERTANYA/TETAPI PERTANYAANKU/MEMBENTUR JIDAT PENYAIR – PENYAIR SALON/YANG BERSAJAK TENTANG ANGGUR DAN REMBULAN/SEMENTARA KETIDAK ADILAN TERJADI DISAMPINGNYA/DAN DELAPAN JUTA KANAK – KANAK TANPA PENDIDIKAN/TERMANGU – MANGU DI KAKI DEWI KESENIAN (Sajak Sebatang Lisong)

Pertarungan Seni untuk Rakyat dan Seni untu Seni, pada akhirnya -secara de facto dimenangkan kelompok terakhir. Sejak itu, sastra Indonesia lebih didominasi karya-karya sastra gelap yang esoterik (untuk menyebut karya-karya berbasis doktrin dan petuah filsafat humanisme universal). Koran-koran yang dinaungi para redaktur yang terdoktrin seni untuk seni dengan senang hati memuat karya-karya jenis tersebut. Semakin gelap semakin seksi dan tampak pintar.
Kita, kemudian, hari ini -menjadi lalai dan abai, bahwa sesungguhnya, apapun itu, termasuk seni untuk seni merupakan bagian dari instrumen politik. Denny JA sendiri, bahkan secara gamblang mengakuinya sebagai alat perjuangannya dalam mengindoktrinasi pemikiran masyarakat melalui seni ketika diwawancarai jurnalis asal Jerman.
Pertarungan Saut Situmorang dan Denny JA, saya hanya ingin mengatakan, tentu saja bukan persoalan klaim-klaim sejarah sastra semata. Atau secara banal sebagai urusan hina menghina antara Saut Fatin Hamama. Pertarungan Saut adalah pertarungan kebudayaan tanpa disadari. Hanya saja, apakah para sastrawan kita menyadari? Termasuk, apakah dalam posisi ini, Denny JA yang memperjuangkan kebebasan tidak menghianati perjuangannya sendiri -bila membiarkan Saut ditahan karena mulutnya bebas memakinya dan teman-temanya dalam konteks pertarungan kebudayaan? Tapi, demikianlah manusia, mereka tetap saja zoon politicon yang bertarung untuk menjadi dominan dalam kebudayaan.

Sumber: Ranang Aji