Selasa, 04 Desember 2018

"Keberangkatan" NH Dini, Ketidakberanian Eko Tunas Menyampaikan Pesan Rendra

Oleh Edhie Prayitno Ige } 04 Des 2018, 21:30 WIB


Semarang - "Keberangkatan" adalah salah satu judul novel NH Dini yang monumental disamping karya lain yang juga mendunia. Bercerita tentang seorang peranakan Indonesia-Belanda yang terombang-ambing dalam asmara.
Tokoh utama, Elisa. Konflik dijalin dengan penggambaran watak datar dan tokoh tambahan yang berwatak bulat digambarkan melalui Sukoharjito dan Elisa. Ini adalah hasil pengamatan dan pengalaman NH Dini dalam menjalani hidup.
Novel "Keberangkatan" mendapat perhatian khusus di mata sastrawan Eko Tunas. Kematian NH Dini adalah sebuah keberangkatan itu sendiri. Eko Tunas bercerita bahwa NH Dini adalah sastrawan yang setia di dunianya, di jalan sunyi, sendiri.
"Saya pernah dititipi pesan dari almarhum Rendra untuk mbak Dini. Sebenarnya bukan pesan yang penting, Rendra menitipkan salam terbaiknya untuk mbak Dini andai saya bertemu beliau," kata Eko Tunas kepada Liputan6.com.
Eko kemudian beberapa kali bertemu NH Dini di sebuah toko buku besar di Semarang. Mereka saling sapa, saling berbincang dan berdiskusi banyak hal.
"Tapi pesan itu belum juga sempat saya sampaikan. Saya tidak berani karena kesannya mbak Dini itu orangnya tertutup," kata Eko.
Cerpenis Binhad Nurrohmat melalui akun media sosial FB-nya juga menyampaikan permintaan maafnya karena ia merasa kurang ajar pada NH Dini dalam sebuah diskusi di TIM. Saat itu NH Dini bertindak selaku moderator.
"Saya tampak galak sebagai peserta diskusi itu setelah pembicaraan saya saat akan mengajukan pertanyaan diinterupsi oleh peserta diskusi lain yaitu Misbach Yusa Biran. Rendra yang juga hadir dalam diskusi itu segera meredakan ketegangan," tulis Binhad dalam tulisan yang berjudul NH Dini, Maafkan Saya.
Binhad mengaku suka gaya Rendra menengahi situasi. Dia merendah tanpa kehilangan kharisma. NH Dini tampak lebih tenang rautnya saat Rendra berbicara.
"Saat itu saya sudah mengenal Rendra lebih dekat dan beberapa kali berbincang akrab di beberapa tempat. Yang saya pernah dengar, saya tak tahu pasti benar-salahnya, Rendra pernah "dekat" dengan Nh Dini pada masa mudanya," tulis Binhad.

Kedalaman Jiwa Karakter

Novel "Keberangkatan" karya NH Dini yang penuh konflik. (foto: Liputan6.com/dok.eko tunas/edhie prayitno ige)

Eko Tunas menyebutkan bahwa novel-novel NH Dini banyak yang sangat realis. NH Dini lebih banyak bermain di kedalaman jiwa tokoh-tokohnya.
"Novel-novel mbak Dini itu sesungguhnya sangat menginspirasi," kata Eko.
Bagi para sastrawan muda yang suka dengan gaya bercerita akrobatik, barangkali novel-novel NH Dini tidak memiliki efek kejut. Sastrawan Djawahir Muhammad melalui sambungan telepon menyebutkan bahwa gaya bercerita NH Dini memiliki tempo yang lambat. Namun konflik yang dihasilkan sesungguhnya sangat kompleks.
"Dalam novel Keberangkatan, adal konflik batin, konflik physic, dan konflik sosial. Konflik batin dialami Elisa dan Talib. Konflik sosial dialami Elisa dan Sukoharjito, Elisa dengan Talib, juga Elisa dengan Lansih. Konflik fisik dialami tokoh utarna yaitu Elisa," kata Djawahir.
NH Dini lahir di Semarang pada 29 Februari 1936. Mulai menulis pada kelas 3 Sekolah Dasar. Karirnya diawali saat mengirim puisinya untuk program "Prosa Berirama" yang disiarkan Radio Republik Indonesia. Ia kemudian mencoba bidang lain, menulis cerita pendek untuk majalah wanita Femina.
Energi yang besar membuatnya tak cocok menulis cerpen. Ia mulai menulis novel dengan karya pertama berjudul  Hati yang Damai. Oleh Femina ia mendapat kehormatan menuliskan Pertemuan Dua Hati (1986) yang diterbitkan di halaman tengah.
Tak puas, NH Dini kemudian mulai menulis biografi dan novel. Amir Hamzah Pangeran dari Negeri Seberang (1981) dan Dharma Seorang Bhikku (1997) adalah dua buku biografi yang sempat ditulisnya.
Ia lebih populer lewat novelnya seperti Pada Sebuah Kapal (1973), La Barka (1975), Keberangkatan (1977), serta Namaku Hiroko (1977), dan sederet karya lain.
Lukni Maulana bersama NH Dini dalam acara di RRI Semarang tahun 2015. (foto: Liputan6.com/dok.Lukni/Edhie Prayitno Ige)
Berbagai penghargaan juga diterimanya, seperti Hadiah Seni untuk Sastra dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1989), Bhakti Upapradana Bidang sastra dari Pemerintah daerah Jawa Tengah (1991), SEA Write Award dari pemerintah Thailand (2003), Hadiah Francophonie (2008), dan Achmad Bakrie Award bidang Sastra (2011).
Tahun 2017, NH Dini menerima penghargaan prestasi seumur hidup (lifetime achivement award) dari penyelenggara Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2017. Dia dianugerahi penghargaan atas kontribusinya sebagai penulis sekaligus aktivis, dalam dunia sastra di Indonesia.
NH Dini dianggap sentral sebagai pelopor suara perempuan pada tahun 1960-1980-an, di mana belum banyak perempuan Indonesia memutuskan menjadi penulis.
"Makanya saya bilang, mbak Dini itu menyetiai dunia yang dipilihnya. Sendiri di jalan sunyi," kata Eko Tunas.
Nama NH Dini seolah tenggelam. Namun tiba-tiba namanya kembali diperbincangkan saat putranya Pierre Louis Padang dibicarakan berkat sosok Minions dalam film Despicable Me 1, Despicable Me 2, dan Minions.
Pierre Louis Padang, yang lebih dikenal dengan nama Pierre Coffin, dan Marie Claire Lintang merupakan anak hasil pernikahan Dini dengan diplomat Prancis Yves Coffin. Pasangan yang menikah pada 1960 ini memutuskan berpisah pada 1984. Padang dan Lintang kemudian memilih hidup bersama sang ayah.
Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) Jawa Tengah, Lukni Maulana menyampaikan rasa duka citanya. Ia berharap totalitas NH Dini bisa menginspirasi anak-anak muda.
"Khususnya di lingkungan NU, masih sangat sedikit sastrawan yang eksis. Semoga semangat bu Dini bisa menular ke anak-anak muda NU untuk mulai menulis ataupun berkarya," kata Lukni.
Source: M Liputan6 

0 komentar:

Posting Komentar