Entah apa yang hendak dicapai oleh
Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kebumen dalam ijtihad
mengangkat keaslian seni tradisi daerahnya. Jika greget dan pemikiran –berkesenian-
baru ini kemudian manifest dalam wujud pementasan yang disebut Ketoprak Dangsak1 maka dalam terminologi kedaerahan
Kebumen; itu sudah menemukan pijakan nalar historinya.
Pentas Ketoprak Dangsak DKD Kebumen di Panggung Budaya Jateng Fair 2016, arena PRPP di Semarang (29/8) dengan lakon "Rekso Mustiko Bumi", karya sutradara : Sat Siswonirmolo [Foto: AP]
Sebagai sebuah rintisan kolaborasi dua
jenis seni tradisi, Ketoprak Dangsak
memang cukup eksperimental. Bagaimana menarasikan sebuah tradisi berkesenian
yang memiliki mata rantai ritual tersendiri
ke dalam stage panggung yang memiliki
alur berbeda; tetapi dengan sentuhan teater yang memiliki disiplin tertentu
seperti penyutradaraan, casting, dramaturgi serta aspek-aspek lainnya.
Barangkali inilah tantangan karikatural
yang harus dijawab bukan dengan dalih-dalih, melainkan melalui wujud berkesenian
yang nyata; yakni sebuah pementasan seni.
Dan saat Ketoprak Dangsak ini digelar di panggung budaya Jateng Fair 2016 arena
PRPP Jateng di Semarang (29/8), lakon Reksa
Mustika Bumi2 jadi terasa benar sebagai katalis media tutur
kolaborasi itu.
Pendekatan
Historis: Perlawanan Budaya
Tak dipungkiri bahwa dangsak atau tong-breng yang
disebut pula cepet alas selalu
dikonotasikan sebagai mahluk atau pun entitas pengganggu. Demikian pula yang
diasumsikan dalam dongeng metafisika Jawa masa lalu sampai hari ini. Namun melalui
serangkaian riset penelusuran DKD sejak tahun 2010, beberapa narasumber
meriwayatkan konteks kesejarahan yang sedikit berbeda.
Pendekatan kesejarahan atas Cepet Dangsak atau Cepet Alas maupun Cepet
Tongbreng mendekatkan pada narasi esensial tentang tradisi ini. Lakon Reksa Mustika Bumi mencoba menarasikan
konteks sejarah kemunculan tradisi cepet
itu. Tentu saja, dengan cerita rekaan. Karena pada dasarnya tak ada repertoar tertentu dalam seni Dangsak ini.
Komunitas Karangjoho yang mencoba membuat
narasi bagi pementasan Cepet Alas pun
belum sepenuhnya dapat menjelaskan taut sejarahnya. Beberapa narasumber mencoba
menawarkan serat yakni Serat Panji yang diasumsikan sebagai episode
Babad Jawi: sebagai proyeksi berbeda. Sementara serat ini telah menjadi repertoar-repertoar dalam pertunjukan seni topeng panji.
Padahal Cepet
Alas atau Dangsak ini berbeda
bentuk dan substansi sejarahnya dengan Topeng
Panji. Perbedaan bentuknya nyata pada tampilan yang lebih kasar3 dan lebih merupakan “topeng sosok”
ketimbang “topeng wajah”. Sedang perbedaan sejarah kemunculannya merupakan
perbedaan substansial, bahwa tradisi Cepetan
Alas atau Dangsak ini merupakan
manifestasi perlawanan kultural masyarakat agraris lokal terhadap keberadaan onderneming yang merupakan fase ekspansif
merkantilisme VOC di era kolonial
seputar abad XIX.4
_________
1 Ketoprak Dangsak merupakan kolaborasi dua kesenian tradisi, seni
Ketoprak dengan seni Cepet Alas yang disebut juga Cepet Dangsak atau Cepet Tong-breng; digarap dengan konsep teater.
2 Reksa
Mustika Bumi naskah
karya sutradara Sat Siswonirmolo yang pernah digarap sebagai lakon ketoprak
bukan dangsak.
3 Asma, mBah; testimoni 2012.
4 Roeslan, mBah; testimoni
2010.