Selasa, 22 Oktober 2019

Jabar Juwes


Penulis:  ditwdb  - Oktober 22, 2019


Kesenian Jabarjuwes atau juga disebut Jeberjuwes pada awalnya muncul tahun 1962 di Dusun Tengahan, Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan nama kesenian Jabur.

Kesenian ini muncul karena adanya kebosanan atau kejenuhan masyarakat penonton terhadap kesenian Wayang Wong, Kethoprak dan Wayang Golek. Pada waktu itu kelompok seni dan pelaku seni di Desa Sendangagung tidak tinggal diam menghadapi kondisi yang demikian itu, sehingga dibawah inisiatif dan kreativitas Bapak Darmo Suwito dan Bapak Harjo Suprapto (Kepala Dukuh Dusun Tengahan pada waktu itu) kemudian mereka berkreasi dan berinovasi memadukan antara Wayang Wong, Kethopak dan Wayang Golek menjadi bentuk kesenian baru yang disebut Jabur dengan tokoh lawaknya yang bernama Jeber dan Juwes.

Oleh karena masyarakat penonton terkesan oleh kedua tokoh lawak tersebut kemudian kesenian baru, yaitu kesenian Jabur yang merupakan hasil kreativitas para pelaku seni Dusun Tengahan, Desa Sendangagung ini dinamakan Jabarjuwes karena mengacu atau tertarik pada nama kedua tokoh lawak tersebut.

Sampai sekarang kesenian ini masih tetap eksis meskipun di Desa Sedangagung hanya ada satu grup saja. Kesenian Jabur dengan organisasi kesenian/sanggarnya yang bernama”jeber jues”, yang didirikan pada tanggal 4 Januari 1980 di Dusun Tengahan XII, Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

 Sanggar Seni “Jeber Jues” ini sudah terdaftar di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman sejak tanggal 29 Desember 2016 dengan Nomor Induk 626 /BUDPAR/2016.

1. Cerita

Pertunjukan Kesenian Jabarjuwes mengangkat cerita Menak dalam bentuk lakon-lakon yang dipentaskan. Cerita Menak baik itu yang dipakai untuk sumber cerita pementasan Wayang Golek Menak, Wayang Kulit Menak, Wayang Orang Menak maupun tari Golek Menak bersumber dari Serat Menak. Serat Menak pada mulanya bersumber dari Kitab Qissa Emir Hamza yaitu sebuah karya sastra Persia pada masa pemerintahan Sultan Harun Al Rasyid yang memerintah pada tahun 766 – 809 Masehi

Di daerah Melayu karya sastra tersebut dikenal dengan nama Hikayat Amir Hamzah. Berdasarkan hikayat tersebut dipadukan dengan cerita Panji kemudian digubah dalam bahasa Jawa sehingga terciptalah cerita-cerita Menak yang dikenal dengan nama Serat Menak (Wijanarko, 1991: 16).

Dalam cerita Menak ini nama-nama tokohnya disesuaikan dengan nama Jawa, seperti: Omar bin Ommayya menjadi Umarmaya, Baidul Zaman menjadi Iman Suwangsa, Unekir menjadi Dewi Adaninggar, Amir Hamzah menjadi Amir Ambyah dan lain-lain. Serat Menak yang kita kenal saat ini adalah Serat Menak yang digubah oleh Raden Ngabehi Yasadipura I dan Raden Ngabehi Yasadipura II (Raden Ngabehi Ranggawarsita) pujangga dari kraton Surakarta. Serat Menak menceritakan kisah dan pengalaman kepahlawanan Amir Ambyah atau juga dikenal dengan nama Wong Agung Jayengrana dari Mekah dengan Prabu Nursiwan dari Medayin.

Cerita Menak didalam tradisi tulis terungkap di dalam Serat Menak, karya sastra Jawa bernafaskan Islam yang berisi kisah kepahlawanan tokoh cerita Amir Ambyah, yang merupakan transformasi dari sastra Melayu Hikayat Amir Hamzah. Cerita Menak di Indonesia, khususnya di Jawa dikenal melalui saduran yang digubah dalam bahasa Jawa oleh Raden Ngabehi Yasadipura I dari Kraton Surakarta berdasarkan pada Serat Menak karya Ki Carik Narawita yang memiliki kedekatan dengan Hikayat Amir Hamzah.

Cerita Menak meskipun telah mengalami penulisan ulang oleh Raden Ngabehi Yasadipura I dan Raden Ngabehi Yasadipura II namun tetap memerlukan kreativitas dari para pelaku seni atau seniman agar tercapai harmoni antara kesenian dengan lakon cerita yang dipentaskan.

Demikian juga kesenian Jabarjuwes di dalam melakonkan cerita menak disesuaikan dengan kreativitas para senimannya sehingga terciptalah lakon-lakon atau cerita yang sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat pendukungnya. Adapun cerita atau lakon yang sering dipentaskan dalam kesenian Jabarjuwes antara lain:

– Gangga Mina Gangga Pati
– Tali Rasa Rasa Tali
– Putri Cina
– Bedhahe Kelan
– Umar Amir Nanggih Berjanji
– Bedhahe Selan
– Gambar Mas
– Adaninggar Kelaswara
– Ulamdahur Tundhung
– Rabine Iman Suwangsa
– Tejanegara Winusuda
– dan sebagainya

2. Pemain

Kesenian Jabarjuwes dalam setiap pertunjukan membutuhkan sejumlah pemain dan pendukung pergelaran minimal sebanyak 35 orang. Para pemain dan pendukung tersebut berperan sebagai:

ï· Pemain wayang
Pemain wayang kurang lebih sebanyak 20 orang, mereka berperan sebagai pelaku dalam pementasan lakon sesuai dengan cerita yang dibawakan. Pemain wayang sebanyak 20 orang ini kemungkinan bisa bertambah, hal ini tergantung dari lakon yang dipentaskan.

ï· Pengrawit
Pengrawit adalah orang yang menabuh gamelan. Pada pertunjukan Jabarjuwes, pengrawit berperan mengiringi pergelaran dengan alat musik gamelan selama kesenian Jabarjuwes berlangsung. Dalam pertunjukan kesenian ini kurang lebih diperlukan pengrawit sebanyak 15 orang.

ï· Dhalang
Dhalang pada pertunjukan kesenian Jabarjuwes berperan sebagai pengantar cerita dan pengatur laku atau sutradara. Dalang sebagai pemimpin (sutradara) selama pergelaran kesenian Jabarjuwes berlangsung. Dalang akan mengantarkan cerita pada setiap episodenya, disamping juga sebagai pengatur laku.

ï· Waranggana
Waranggana juga disebut sindhen atau pesindhen adalah orang yang melantunkan tembang-tembang Jawa dalam seni karawitan. Pada pergelaran kesenian Jabarjuwes, waranggana berperan melantunkan atau menyanyikan tembang-tembang bersama karawitan untuk mengiringi selama pergelaran berlangsung.

3. Iringan atau Musik Pengiring

Pada awal keberadaan kesenian Jabarjuwes sampai tahun 1980-an iringan gamelan menggunakan laras slendro. Namun, sekarang ini pergelaran kesenian Jabarjuwes diiringi musik gamelan dengan laras slendro dan pelog. Hal ini dimaksudkan untuk mengiringi gending-gending yang lebih variatif disesuaikan dengan perkembangan jaman. Penggunaan laras pelog untuk mengiringi lawakan atau guyonan atau acara bebas berupa lelagon.

Gamelan tersebut dibuat dari bahan besi atau campuran besi dan kuningan. Adapun gamelan tersebut terdiri atas: saron, saron penerus (peking), demung, bonang penerus, bonang barung, gong, kempul, kendhang, keprak dan kecrek. Namun karena menyesuaikan dengan situasi dan kondisi, pada saat ini kadang-kadang pertunjukan Jabarjuwes hanya diiringi gamelan jenis slendro saja.

Meskipun iringan gamelannya tidak selengkap dahulu, namun hal ini tidak mengurangi makna, tujuan, dan semangat para pemain dalam pertunjukan Jabarjuwes tersebut.

Adapun jenis gendhing yang digunakan antara lain:

– Ladrang Kabor pelog nem untuk adegan gagahan.
– Lancaran Mayar Sewu untuk budhalan prajurit.
– Playon Gambuh dan Gangsaran untuk peperangan.
– Ladrang yao-yao untuk jejeran.
– Sampak untuk perang antar tokoh.
– Bubaran untuk gendhing penutup.

4. Urutan Penyajian

Kesenian Jabarjuwes termasuk jenis dramatari tradisional dengan mempergunakan lakon cerita Menak. Gerakan tarinya meniru atau seperti gerakan wayang thengul atau wayang golek. Urutan pertunjukan atau penyajiannya diawali dengan menyajikan gendhing-gendhing pembukaan yang maksudnya untuk memberitahu atau mengundang penonton, bahwa di tempat itu ada pertunjukan kesenian Jabarjuwes yang akan segera dimulai. Kemudian dilajutkan dengan penyajian adegan demi adegan dengan tambahan atau variasi peperangan, adegan lawakan atau dhagelan.

Penyajiannya dapat dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu:

ï· Bagian pertama merupakan adegan tokoh sentral di setiap lakon dalam kesenian Jabarjuwes dengan gerakan tari yang menyerupai gerakan wayang golek, yaitu gerakannya kaku dan patah-patah mengantarkan adanya pertunjukan kesenian Jabarjuwes

ï· Bagian kedua merupakan inti pertunjukan kesenian Jabarrjuwes mulai dari adegan pertama sampai dengan adegan terakhir, biasanya pertunjukan kesenian Jabarjuwes yang berlangsung 1 malam terdiri atas 4 adegan. Diantara adegan-adegan pokok tersebut ditampilkan adegan lawakan atau dhagelan yang diperankan oleh tokoh lawak Jeber dan Juwes. Diakhir pertunjukan dilantunkan gendhing bubaran.

Beberapa adegan yang ditampilkan dalam pertunjukan kesenian Jabarjuwes antara lain:

ï· Adegan jejer, menggambarkan suasana di sebuah pertemuan agung atau pasewakan agung. Adegan jejer biasanya dilakukan di sebuah kerajaan atau pertapaan yang digambarkan bahwa adegan jejer ini dihadiri oleh tokoh-tokoh penting di kerajaan tersebut. Para tokoh dalam adegan ini akan saling berdialog sesuai dengan lakon cerita yang dipergelarkan.

ï· Adegan gandrungan, merupakan adegan yang menggambarkan percintaan dari tokohnya, percintaan tokoh putra dan tokoh putri. Para tokohnya saling jatuh cinta, sehingga dalam adegan ini didominasi penggambaran suasana romantis.

ï· Adegan lawakan, juga disebut dhagelan merupakan adegan yang suasananya penuh kegembiraan dan lucu karena penampilan lawak yang menyegarkan. Adegan lawakan dalam pergelaran kesenian Jabarjuwes biasanya dimunculkan di tengah-tengah waktu dari durasi pergelaran yaitu pada waktu tengah malam.
Sepanjang penampilan lawakan ini penonton dibuat untuk bergembira dan tertawa karena hampir semua tingkah laku dan dialognya dari tokoh tersebut sangat lucu. Penampilan lawak dalam kesenian Jabarjuwes diperankan oleh 2 orang pelawak yang bernama Jeber dan Juwes dengan menggunakan busana atau kostum yang lucu.

ï· Adegan peperangan pada pertunjukan kesenian Jabarjuwes terjadi apabila ada konflik antara sesama tokoh atau antar kerajaan untuk mencari kemenangan. Adegan peperangan merupakan penyelesaian suatu kasus peristiwa, dengan adanya pihak yang kalah maka akan selesailah konflik yang terjadi. Peperangan biasanya terjadi karena konflik 2 kerajaan yang ingin saling mengusai. Peperangan terjadi karena konflik perebutan tahta kedudukan di suatu kerajaan. Selain itu peperangan terjadi karena konflik yang disebabkan faktor percintaan yang ingin memperebutkan seorang putri kerajaan.

ï· Adegan penutup merupakan penyelesaian dari seluruh konflik dalam seluruh cerita. Dalam adegan penutup ini menjadi ajang ekspresi kebahagiaan karena sudah dapat menyelesaikan masalah ataupun konflik yang terjadi. Adegan penutup ini juga merupakan bentuk ungkapan rasa syukur dan juga merupakan pesan dari seluruh rangkaian cerita.

Pengantar cerita dan pengatur laku setiap adegan selama pertunjukan Jabarjuwes berlangsung dilakukan oleh dalang yang sekaligus berperan sebagai sutradara. Pada waktu dahulu durasi pertunjukan sekitar 6 – 8 jam, namun pada saat ini durasi pertunjukan menyesuaikan dengan kondisi atau kebutuhan.

5. Tata Gerak/Gerak Tari

Dalam kehidupan sehari-hari gerak merupakan alat untuk menyampaikan maksud dan pengalaman emosional, sedih, senang dan terharu. Gerak merupakan bagian dari tari dan sebagai alat komunikasi dalam tari. Gerak tari merupakan gerak yang ekspresif yaitu gerak yang indah yang dapat menggetarkan manusia (Soedarsono, 1977: 17).

Berkaitan dengan pernyataan di atas, maka gerak tari dalam pertunjukan Jabarjuwes merupakan gerak tari ekspresi untuk menyampaikan ide dari cerita yang dilakonkan yaitu cerita Menak. Gerak tari yang dipergunakan dalam kesenian Jabarjuwes antara lain: ulap-ulap, sembahan, kicat, trisik, jogetan, sabetan, jeblos, gapruk, dan sebagainya. Dalam pertunjukan Jabarjuwes gerakan tarinya seperti gerakan Wayang Golek, gerakannya kaku dan patah-patah dengan ciri posisi tangan ngruji seperti Wayang Golek, serta setiap gerakan tari diakhiri dengan ambegan atau ambil nafas.

6. Dialog

Kesenian Jabarjuwes merupakan kesenian tradisional yang termasuk dalam jenis dramatari. Dalam dramatari dialog atau percakapan mempunyai peranan yang sangat penting, karena dialog menjadi sarana untuk menyampaikan pesan-pesan yang terkandung dalam cerita atau lakon.

Demikian juga dalam pertunjukan Kesenian Jabarjuwes, dialog
merupakan sarana untuk menyampaikan ide, gagasan ataupun pesan-pesan yang terkandung dalam rangkaian cerita yang diwujudkan melalui pementasan kepada para penonton. Percakapan dalam pertunjukan kesenian Jabarjuwes mempergunakan bahasa Jawa dialek Yogyakarta, baik itu bahasa Jawa Krama, Krama Madya, dan Ngoko. Dialog atau juga disebut antawecana sangat mendominasi sepanjang pertunjukannya. Dialog dilakukan oleh para pemain atau tokoh dalam pergelaran sesuai dengan tema cerita yang dilakonkan. Bentuk dialog atau antawecana dalam kesenian Jabarjuwes mirip dengan dialog dalam pertunjukan Kethoprak.

 Dialog gandrungan dalam kethoprak juga digunakan ketika ada adegan gandrungan dalam kesenian Jabarjuwes. Selain itu dialog juga dilakukan oleh dhalang yang berupa suluk, ada-ada dan janturan. Pada adegan lawakan dialog dilakukan oleh 2 orang tokoh lawak yaitu Jeber dan Juwes menggunakan bahasa Jawa yang kadang diselipi bahasa Indonesia atau bahasa asing sehingga ucapannya terkesan lucu.

7. Tata Busana dan Rias

Dalam pertunjukan tradisional maupun modern tata busana dan rias merupakan bagian tak bisa dipisahkan, karena tata busana dan tata rias mempunyai peranan untuk memperkuat atau membuat karakter seorang tokoh atau peran. Tata busana dan tata rias juga berfungsi untuk memperindah penampilan seorang tokoh atau peran.
Para penonton akan tertarik dan terkesan apabila para pemainnya kelihatan cantik dan tampan dengan busana yang serba indah. Selain itu tata busana dan tata rias juga berfungsi untuk membentuk watak atau karakter para pemain (Sunjata, 2017: 66).

Demikian juga dalam pergelaran kesenian Jabarjuwes tata busana dan tata rias mempunyai peranan yang sangat penting untuk membentuk karakter para pemainnya.

Tata rias yang digunakan dalam kesenian Jabarjuwes ada dua macam yaitu:

1. Rias karakter: untuk peran laki-laki merias disesuaikan dengan karakter perannya, yaitu: alus, gagah, dan gecul.

2. Rias wajah: untuk tokoh perempuan atau putri untuk mempercantik diri.
Kesenian Jabarjuwes mempergunakan tata busana dan tata rias yang mirip dengan kesenian Kethoprak, Wayang Wong dan Wayang golek.

Alat tari yang digunakan dalam kesenian Jabarjuwes berfungsi sebagai penunjang estetika, alat fungsional dan alat yang mewakili peran. Penunjang estetika merupakan bagian dari busana berupa sampur. Sampur berfungsi untuk menciptakan variasi gerak yaitu: wiwir, jimpit, cathok, seblak dan mande udet. Alat fungsional merupakan alat tari dan juga sebagai alat ekspresi yaitu keris, panah, tombak, pedang dan tameng. Alat yang digunakan mewakili peran, pemain memainkan alat menjadi peran yaitu barongan, burung jatayu, dan lain sebagainya.

8. Tata Pentas

Tata pentas merupakan beberapa hal yang mendukung jalannya pementasan baik secara langsung maupun tidak langsung yang berupa arena pementasan dan kelengkapan pementasan.
Arena pementasan adalah tempat yang dipergunakan untuk pementasan. Bentuk tempat pementasan ada bermacam-macam yaitu:
1) Arena dengan penonton disekelilingnya;
2) Pendapa merupakan bangunan klasik Jawa yang dipergunakan untuk pentas seni dengan penonton 3 arah dari depan dan samping kanan kiri panggung;
3) Panggung sementara, dapat diatur menurut keinginan pementasan. bisa berbentuk arena dengan penonton: keliling, dua sisi atau 3 sisi;
4) Panggung proscenium yang merupakan panggung modern, dilihat dari satu arah depan dengan layar tertutup di depan berjarak cukup jauh antara pemain dengan penonton. Dengan panggung ini permainan cahaya atau tata lampu sangat bermanfaat (Wardana, 1990:
6). Selain itu dalam pergelaran kesenian disertai dengan kelengkapan pementasan yang berupa: tata lampu (lighting), tata suara (sound system), tempat gamelan dan tempat rias.

Pada waktu dahulu diawal munculnya kesenian Jabarjuwes arena pementasan yang dipergunakan untuk pertunjukan kesenian Jabarjuwes biasanya di sebuah pendapa dengan penonton 3 arah dari depan, samping kiri dan samping kanan. Tempat gamelan terletak di pendapa bagian dalam atau dibelakang arena pertunjukan. Tempat rias ada di ruangan di belakang pendapa, atau di rumah induk. Tata lampu menggunakan beberapa lampu petromax yang dipasang di sudut-sudut arena pementasan atau pendapa sehingga seluruh arena itu kelihatan terang benderang. Selain itu pertunjukan kesenian Jabarjuwes menggunakan sistim tata suara yang masih sederhana sesuai dengan kondisi teknologi pada waktu itu.

Pada saat ini pertunjukan Jabarjuwes menyesuaikan dengan arena yang tersedia, bisa bertempat di suatu arena yang telah disiapkan, arena pertunjukan ini biasanya menempati halaman yang cukup luas sehingga bisa didirikan sebuah panggung dan perlengkapannya berserta tempat atau arena untuk para penonton. Pergelaran kesenian Jabarjuwes memerlukan perlengkapan pementasan yang memadai, artinya perlengkapan pementasan bisa mendukung keberhasilan dari pertunjukan itu sendiri.
Kelengkapan pementasan meliputi tempat gamelan yang ada di depan panggung (arena pementasan), tempat rias yang ada di belakang panggung ditambah tata suara dan tata cahaya yang telah menggunakan teknologi terkini.

Jabarjuwes masih dipertahankan di Desa Sendangagung karena adanya fungsi yang masih relevan dengan kebutuhan masyarakat antara lain: fungsi hiburan misalnya pada acara Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Upacara Merti Dusun, dan Hari Jadi Kabupaten Sleman. Fungsi adat untuk melepas nadar. Fungsi sosial sebagai alat pemersatu masyarakat tanpa membedakan agama, kelas sosial, jabatan, dan lain-lain. Kesenian Jabarjuwes tidak mengenal istilah tanggapan (bayaran), namun hanya sekedar pengganti biaya operasional dan persiapan sampai selesainya pertunjukan. Setiap pementasan para pemain baik penari maupun penabuh melaksanakan dengan sukarela (tanpa bayaran).

Kesenian Jabarjuwes merupakan sarana ekspresi dari para pelaku seninya, bisa dilihat dari segi penampilan baik itu penampilan tata busana, iringan musik maupun dialognya yang penuh dengan keindahan. Keindahan tata busana diwujudkan melalui bentuk pakaian dan riasnya. Keindahan iringan musik diekspresikan dengan alunan musik gendhing-gendhing gamelan yang dicipta dengan rasa keindahan.

Dalam pertunjukan kesenian Jabarjuwes keindahan dialog atau percakapan diekspresikan oleh pemain dengan pemakaian bahasa Jawa halus dan kadang dilantunkan dalam bentuk tembang. Disamping itu vokal yang indah dilakukan pula oleh dalang yang ekspresinya diwujudkan dalam bentuk: tembang, janturan dan suluk. Selain dalang ekspresi keindahan juga ditampilkan oleh waranggana dengan melantunkan tembang-tembangnya bersama karawitan selama mengiringi pementasan kesenian Jabarjuwes.

Selain itu pertunjukan kesenian Jabarjuwes dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan moral maupun pesan-pesan pembangunan kepada para penontonnya. Pesan-pesan moral disampaikan melalui nilai-nilai yang tersirat dalam cerita yang pentaskan, sedangkan pesan-pesan pembangunan yang berupa ajakan atau motivasi kepada penonton tentang program-progam pemerintah, bisa diselipkan melalui adegan lawakan.

Kesenian Jabar Juwes berbeda dengan Tari Golek Menak dgn Jabarjuwes. Tari Golek Menak merupakan fragmen tarian, wujud visualnya berupa tarian, tanpa ada dialog, meskipun ceritanya sama-sama bersumber dari cerita Menak. Sedangkan Jabarjuwes ceritanya juga bersumber dari cerita Menak tetapi bentuknya berupa drama tari dan dialog antar pemain sesuai dengan tema cerita. Dialog juga dilakukan oleh dalang untuk mengantarkan cerita setiap episode atau pembabakannya. Pertunjukan lengkap berlangsung selama 1 malam.

Selain itu, Golek Menak merupakan kesenian yg lahir & hidup di lingkungan istana, Karaton Yogyakarta atas gagasan Sri Sultan HB IX, sedangkan Jabarjuwes merupakan kesenian rakyat yg lahir & berkembang di luar istana yaitu di Dusun Tengahan, Desa Sumberagung, Kecamatan Minggir, Sleman, yang memadukan antara wayang wong, kethoprak dan wayang golek menjadi bentuk kesenian baru yg dikenal dengan nama Jabar Juwes. Penambahan nama Kesenian di depan Jabar Juwes menjadi penanda kepemilikan sebagai kesenian yang lahir di dalam masyarakat atau kesenian rakyat. 

Keterangan
Tahun :2019
Nomor Registrasi :201900970
Nama Karya Budaya :Jabar Juwes
Provinsi :DI Yogyakarta
Domain :Seni Pertunjukan
Sumber: Website Warisan Budaya Takbenda

0 komentar:

Posting Komentar