Selasa, 30 Agustus 2016

Ketoprak Dangsak: Narasi Atas Nalar Sejarah [1]


 

Entah apa yang hendak dicapai oleh Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kebumen dalam ijtihad mengangkat keaslian seni tradisi daerahnya. Jika greget dan pemikiran –berkesenian- baru ini kemudian manifest dalam wujud pementasan yang disebut Ketoprak Dangsak1 maka dalam terminologi kedaerahan Kebumen; itu sudah menemukan pijakan nalar historinya.

Pentas Ketoprak Dangsak DKD Kebumen di Panggung Budaya Jateng Fair 2016, arena PRPP di Semarang (29/8) dengan lakon "Rekso Mustiko Bumi", karya sutradara : Sat Siswonirmolo [Foto: AP] 

Sebagai sebuah rintisan kolaborasi dua jenis seni tradisi, Ketoprak Dangsak memang cukup eksperimental. Bagaimana menarasikan sebuah tradisi berkesenian yang memiliki mata rantai ritual tersendiri ke dalam stage panggung yang memiliki alur berbeda; tetapi dengan sentuhan teater yang memiliki disiplin tertentu seperti penyutradaraan, casting, dramaturgi serta aspek-aspek lainnya.

Barangkali inilah tantangan karikatural yang harus dijawab bukan dengan dalih-dalih, melainkan melalui wujud berkesenian yang nyata; yakni sebuah pementasan seni.

Dan saat Ketoprak Dangsak ini digelar di panggung budaya Jateng Fair 2016 arena PRPP Jateng di Semarang (29/8), lakon Reksa Mustika Bumi2 jadi terasa benar sebagai katalis media tutur kolaborasi itu.


Pendekatan Historis: Perlawanan Budaya


Adegan Suro Bulus (Syahid Elkobar) sebagai representasi "agen" kelas bawah di masa kolonialisme VOC [Foto: AP]


Tak dipungkiri bahwa dangsak atau tong-breng yang disebut pula cepet alas selalu dikonotasikan sebagai mahluk atau pun entitas pengganggu. Demikian pula yang diasumsikan dalam dongeng metafisika Jawa masa lalu sampai hari ini. Namun melalui serangkaian riset penelusuran DKD sejak tahun 2010, beberapa narasumber meriwayatkan konteks kesejarahan yang sedikit berbeda.

Pendekatan kesejarahan atas Cepet Dangsak atau Cepet Alas maupun Cepet Tongbreng mendekatkan pada narasi esensial tentang tradisi ini. Lakon Reksa Mustika Bumi mencoba menarasikan konteks sejarah kemunculan tradisi cepet itu. Tentu saja, dengan cerita rekaan. Karena pada dasarnya tak ada repertoar tertentu dalam seni Dangsak ini.

Komunitas Karangjoho yang mencoba membuat narasi bagi pementasan Cepet Alas pun belum sepenuhnya dapat menjelaskan taut sejarahnya. Beberapa narasumber mencoba menawarkan serat yakni Serat Panji yang diasumsikan sebagai episode Babad Jawi: sebagai proyeksi berbeda. Sementara serat ini telah menjadi repertoar-repertoar dalam pertunjukan seni topeng panji.

Padahal Cepet Alas atau Dangsak ini berbeda bentuk dan substansi sejarahnya dengan Topeng Panji. Perbedaan bentuknya nyata pada tampilan yang lebih kasar3 dan lebih merupakan “topeng sosok” ketimbang “topeng wajah”. Sedang perbedaan sejarah kemunculannya merupakan perbedaan substansial, bahwa tradisi Cepetan Alas atau Dangsak ini merupakan manifestasi perlawanan kultural masyarakat agraris lokal terhadap keberadaan onderneming yang merupakan fase ekspansif merkantilisme VOC di era kolonial seputar abad XIX.4  
     
­­­­­­­­­_________
1  Ketoprak Dangsak  merupakan kolaborasi dua kesenian tradisi, seni Ketoprak dengan seni Cepet Alas yang disebut juga Cepet Dangsak atau Cepet Tong-breng; digarap dengan konsep teater.  
2  Reksa Mustika Bumi naskah karya sutradara Sat Siswonirmolo yang pernah digarap sebagai lakon ketoprak bukan dangsak.
Asma, mBah; testimoni 2012.
Roeslan, mBah; testimoni 2010.

0 komentar:

Posting Komentar